Rabu, 02 November 2016

[NOVEL] I Love You Before - Bab VII

Bab VII


Stay with me
            Aku duduk bersama Ardit di sofa yang berada di ruang tamu Kiran. Suatu keajaiban aku bisa duduk bersebelahan dengannya, satu-satunya orang yang ingin aku hindari. Terpaksa, pasti apa yang aku lakukan ini terpaksa. Alasannya? Ya karena kejadian kemarin di rumahku, aku tak bisa menjawab pertanyaannya dan Kiran dengan cepat menghubungi Ardit untuk menjemputnya. Tentu saja Ardit akan bergerak seribu langkah untuk segera sampai di rumahku. Aku tahu jelas apa yang ada dalam otaknya, Ia pasti berpikir bahwa jika Ia terlambat, Aku akan merebut Kiran darinya. Kekanakan.

            “Gue peringatin lo, kalo sampe lo ngerebut Kiran dari gue, gue bisa habisin lo detik itu juga” Ardit membuka pembicaraan setelah kurang lebih tiga menit kami saling diam.
            Aku tersenyum,
            “Gue bisa dibilang ngerebut Kiran dari lo, kalo udah jelas lo sama dia jadian. Kurang dari itu, gue masih sah sah aja buat bikin Kiran sama gue.” Balasku.
            Ardit hanya menatapku tajam, dia tidak membalas perkataanku. Melihat tangannya yang sudah terkepal sepertinya ia hendak memukulku. Tapi aku tahu, dia tidak mungkin melakukannya disini.
            “hai, maaf ya lama..” Kiran muncul tepat di hadapan kami.
            “gapapa kok” ucap Ardit seraya berdiri dan mencium pipi kanan dan kiri Kiran. Oh My God!
            “Gak biasanya kalian dateng barengan. Ada apa?”  Kiran duduk di sofa yang berada di depan kami.
            “ada hal yang belum clear Kiran.” Aku menatap Kiran, Aku yakin Kiran mengerti tapi Ia langsung mengalihkan perhatiannya ke Ardit.
            “Aku mau ajak kamu jalan. Kamu bisa kan? Aku yakin kamu pasti suka” ucap Ardit seraya mencibirku. Seolah Ia tahu bahwa Kiran pasti mengiyakannya.
            Beberapa detik Kiran diam, Aku yakin Ia sedang menimbang dengan siapa dia harusnya ikut dan Aku yakin, Ardit memiliki persentase yang paling besar. Aku sudah tahu itu, maka dari itu Aku sudah berencana akan lari sambil menarik tangan Kiran dan...
            “Maaf dit, Aku masih ada urusan sama Danny” bagaikan petir di siang hari yang panas, Kiran menghancurkan rencanaku. Tidak, bukankah ini seperti mimpi.
            “tapi, urusan apa? Sejak kapan kamu punya urusan yang penting sama orang ini? Lebih baik kita jalan-jalan Kiran” Raut kekecewaan di wajah Ardit jelas terlihat dan tentu saja raut wajah kemenangan ada padaku.
            “maaf dit, Besok Aku telepon kamu kalo aku kosong, gimana?” Inilah Kiran, seorang wanita yang selalu merasa tidak enak hati. Mengapa Ia harus menelpon Ardit, seharusnya Ia biarkan saja Ardit sendiri.
            “Maksud lo apa sih Dann!!” tiba-tiba Ardit menarik kerah kemejaku. Ia menatapku dengan penuh amarah.
            “Lo bujuk pake apa Kiran? Hah!!” Ardit semakin memperkuat genggamannya.
            “Ardit, kamu ngapain sih. lepas!” Kiran mendekat dan mencoba melepaskan genggaman Ardit di kerah bajuku.
            “Lo gak punya malu ya? Mau mukul di depan cewe?” aku berusaha menahan emosiku.
            “maksud lo?!” Ardit semakin  marah
            “Dann, kamu diem dulu” Kiran menatapku. Aku tak menjawab dan hanya diam.
            “Dit, kamu kenapa sih? Lepasin Danny sekarang!” Kiran sedikit membentak Ardit namun Ardit tetap dengan posisinya, tetap menatapku.
            “Lepas!!! Ardit Lepas!!!” prang Kiran berteriak seraya melemparkan vas bunga ke jauh di depan pintu masuk. Seketika Ardit sadar dan melepaskan genggamannya.
            Kiran berdiri di depan ku, deru nafasnya sangat terdengar. Ini pertama kalinya aku melihat Kiran berteriak marah dan melempar sesuatu. Aku tak bisa melihat wajah Kiran, namun wajah Ardit yang terkejut bisa ku lihat dengan jelas. Entah bagaimana ekspresi Kiran menatapnya, namun Ardit tanpa berbicara apapun langsung berlari keluar.
            “Kiran..” Kiran hampir saja jatuh, untung aku bisa cepat memegangnya. Aku membopoh Kiran untuk duduk. Terdengar jelas deru nafas Kiran. Ia hanya membentak dan membanting vas bunga, namun seolah dia telah melakukan hal yang sangat melelahkan. Aku berlari ke arah dapur dan mengambil segelas air mineral.
            “Minum dulu.” Kiran menggenggam gelas, tangannya gemetar.
            “Are you okay?” Tanyaku seraya menaruh gelas itu ke meja. Kiran masih tidak menjawab, nafasnya masih tidak beraturan. Ia menundukan kepalanya, tangannya pun masih gemetar. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, namun ini membuatku khawatir dan takut.
            “Kiran, seenggaknya lo ngomong lo baik-baik aja atau apapun” Aku berlutut dihadapannya yang masih tertunduk lemas. Tiba-tiba aku mendapati ada air mata di pipinya, Ia menangis.
            “Kiran....” Aku memegang kedua pipinya dengan kedua tanganku agar aku bisa benar-benar melihat wajah Kiran.
            “I’m okay.. Danny” Dengan nafas yang masih tidak beraturan Kiran menjawabku. Suaranya purau, tidak jelas, tapi aku tahu Ia hanya tidak ingin membuatku panik.
            Aku terus menatapnya, tanganku perpindah ke bahunya, menopang bahunya. Kiran tak bicara apapun, Ia hanya berusaha mengatur nafasnya dengan tangan yang masih gemetar dan air mata yang masih terus mengalir. Sebenarnya ada apa dengan Kiran.?
            “Maaf Dann, maaf..” Suara Kiran lebih jelas dari sebelumnya, tanpa meminta izin terlebih dahulu, aku langsung memeluk tubuhnya.
            “Aku tidak bermaksud berteriak dan membanting vas itu, aku .. aku..” Kiran bicara, ya Ia bicara sangat jelas sekarang.
            “Sssttt, udah gapapa, bukan salah lo”
            “aku.. aku gak mau kamu terluka. Ardit bisa berbuat apa aja yang dia mau, aku Cuma...”
            “Ssstt..”aku melepaskan pelukanku dan meletakan jari telunjukku tepat dibibirnya agar Ia berhenti berbicara.
            “Gue tahu..”
***
            “Kamu mau ngajak aku kemana?” Tanya Kiran.
            “Lo duduk dan istirahat aja, nanti juga lo tau”
            Kami sudah berada di dalam mobilku. Masih seperti niatku dari awal ingin menemui Kiran, untuk membuat semua menjadi jelas dan pasti. Memastikan hal yang aku ragukan, menjawab semua hal yang aku pertanyakan dalam diriku. Pertanyaan-pertanyaan Kiran yang tak bisa ku jawab, akan Aku jawab hari ini.
            “Dann, ini kan..”
            “Ya, Gue mau Kita ke makam Sherly.”
            Aku dan Kiran sudah berada di makam Sherly, Aku yakin Kiran pasti bingung. Tapi apa yang Aku rasakan juga membuatku bingung.
            “Danny...”
            “Hmm, hai Sher.. Aku kesini hanya untuk menjawab semua pertanyaan Kiran. Aku bingung harus menjawab apa, dan aku pikir kalo aku jawab di depan kamu akan lebih mudah mengatakannya” ucapku tertuju pada makam Sherly
            “So, apa pertanyaan Lo?” Aku menatap Kiran
            “Danny, ini gak lucu..” Kiran menatapku dengan mimik wajah tidak percaya.
            “Gue lagi gak ngelucu Kiran, So Please...”
            Kiran menatap ku dan makam Sherly bergantian, seolah menimbang apa yang harus Ia lakukan. Aku yakin Kiran pasti merasa aneh berdiri disini, dihadapan makam Sherly bersamaku. Dulu aku tidak percaya dengan ucapan orang yang berkata bahwa dunia itu sempit, namun saat ini detik ini aku percaya itu. Aku bisa menyukai dua orang yang sangat bertolak belakang bahkan saling membenci.
            “Danny.. sebenernya apa yang mau kamu omongin?” Tanya Kiran yang sekarang tepat berada di samping ku, Ia menatapku bingung.
            “Lo mau tau apa jawaban dari pertanyaan lo kemaren kan? Gue akan jawab itu disini” Aku memposisikan tubuhku untuk berhadapan dengannya. Kiran mendongak menatapku, bibirnya sempat bergetar, sepertinya Ia ingin mengatakan sesuatu namun tidak jadi.
           
            “Lo mau tahu kenapa kemaren Gue bisa ada di bandara?” Aku menatap Kiran
            “Lo mau tahu kenapa Lo harus ngasih tahu Gue kalo Lo mau pergi kan?” Tanyaku lagi dan hanya disambut anggukan oleh Kiran.
            “Gue.. Gue suka sama Lo Kiran. Gue punya rasa sama Lo. Gue gak tahu ini nyata atau gak, tapi Gue beraniin diri buat Gue bilang itu ke Lo di hadapan makam Sherly, biar Gue gak ragu dan bingung lagi. Gue khawatir, Gue cemas, Gue gelisah saat Gue gak bisa nemuin Lo, saat Gue gak bisa ngeliat Lo, saat Gue gak bisa liat senyum Lo, dan Gue takut kehilangan Lo saat Lo mulai diem dan gak mau ngomong sama Gue.. saat.”
            “Danny...” Kiran menyela ucapanku.
            “Hmm?”
            “Kamu di depan makam Sherly...” ucapnya seraya mengalihkan pandangan ke batu nisan bertulisan nama Sherly. Lalu Ia diam beberapa detik.
            “Dia pasti sedih, Sherly pasti sedih Dann. Sherly pasti sayang banget sama kamu, kalo kamu ngomong kayak gitu di depan Sherly, dia pasti sangat sedih.”
            “Sherly orang yang Gue sayang di masa lalu Gue Kiran, Orang yang udah gak mungkin bisa ada di masa sekarang bahkan masa depan Gue” Jawabku yang membuat Kiran kembali menatapku
            “saat ini, Gue cuma mau mastiin kalo hati Gue gak salah. Gue mau menetapkan hati Gue. Gue, Suka sama Lo Kiran.” Aku memegang kedua lengan atasnya agar tubuhnya tegap berada di hadapanku, agar matanya hanya tertuju padaku.
            “Danny.. Kamu mungkin cuma lagi bingung, kamu mungkin cuma terlalu ngebenci Aku. Kamu inget gak? Kamu pernah bilang bahwa Aku beda dari Sherly, itu kenapa Ardit lebih milih Sherly. Aku itu terlalu banyak bicara berbeda dari Sherly. Aku itu...” Sontak aku langsung memeluk Kiran saat Ia mulai mengungkit apa yang aku katakan dahulu.
            “Maaf.. maafin Gue.” Aku memeluk Kiran lebih erat saat aku rasakan Ia mulai terisak.
            “Aku gak boleh ngerebut kamu dari Sherly, Dann. Aku akan sangat jahat kalo aku ngelakuin itu.. Danny.. kamu...”
            “Diem!” Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya.
            Tiba-tiba terdengar suara tetesan air hujan, sontak aku langsung menarik tangan Kiran untuk berlari mencari tempat untuk berteduh. Pemakaman ini hanya memiliki tempat berteduh di tempat parkir, jadi aku harus berlari agak jauh untuk sampai di tempat yang teduh.
            “Ayo...” Saat sudah hampir tiba, Kiran melepas tanganku. Aku sudah berdiri disebuah teras kecil di dekat parkiran. Namun Kiran tetap berdiri di tempat yang terkena air hujan.
            “Apa yang Lo lakuin.. Lo bisa sakit” Aku melepas jaketku dan meletakannya di atas kepala Kiran.
            “Aku mau disini..ini lebih baik buat Aku sekarang Dann” Kiran menjawab sambil menunduk, Ia tak menatapku sedikitpun.
            Aku memegang dagunya dan mengangkatnya sedikit. Aku bisa melihat air yang menetes dari matanya. Aku tahu sekarang, Ia hanya tidak ingin terlihat menangis, Ia ingin air matanya bercampur dengan air hujan. Aku meletakan jaketku di pundaknya, lalu ku peluk Kiran seerat mungkin.
            “Lo harus tahu! Gue benci liat lo nangis. Terakhir kali lo nangis di tempat ini bikin Gue panik, begitu pula saat ini”
***
            Kiran meminum coklat panas yang baru saja ku buat. Ya, Sekarang kami sudah berada di rumahku. Membujuknya untuk naik ke dalam mobil cukup sulit, namun bukan Danny namanya jika tidak bisa memaksa orang.
            “Bisa kita lanjutin apa yang Gue omongin di makam tadi?” tanyaku seraya duduk di sampingnya.
            “apa lagi yang mau kamu omongin?” Kiran bertanya dengan lebih ceria. Mungkin sedikit salah membawanya ke makam.
            “Lo belom jawab Kiran...” Aku menaruh cangkir ku di atas meja dan memposisikan dudukku menyamping agar bisa menatapnya.
            “emang kamu nanya sesuatu ke Aku? Seinget aku enggak” Kiran menaruh cangkirnya dan menghadap ke arah ku dengan bertolak pinggang.
            “Oh My God Kiran, masa iya Lo gak ngerti?”
            Kiran hanya menggeleng mendengar pertanyaanku.
            “Okay.. jadi Lo mau Gue ngomong?”
Kiran mengangguk
“Duh, Lo gak bisa menginterpretasikannya sendiri emang?” Tanyaku lagi. Ini pertama kalinya Aku harus meminta seseorang untuk menjadi kekasihku. Sebelumnya, Sherly langsung mengerti dengan apa yang Aku ucapkan.
“Jadi Kamu punya pertanyaan atau gak?” Kiran merubah posisi tangannya. Sekarang Ia melipat kedua tangannya di depan. Tatapannya menuntut dan itu membuatku tambah gugup.
“Okay!!! Gimana perasaan Lo sama Gue?” Aku menatapnya tajam. Tangan kananku ku letakan di atas sofa dan tangan kiri ku mengepal tepat di atas pahaku.
“Kok kamu nanyanya gitu....” raut kekecewaan terlihat jelas di wajah Kiran
“What?”
“Aku kira kamu bakal nanya, Kamu mau gak jadi pacar Aku? Gitu”
“Hahahahhahahaahha... So, apa jawaban Lo?” Aku mendekatkan posisiku dengannya.
“Dann, inget gak terakhir kali aku nangis di parkiran makam?” mimik wajah Kiran berubah serius.
“Sekitar sejam yang lalu?”
“Bukan yang tadi.....” wajahnya kembali memasang mimik kecewa dan itu sangat lucu.
“haha, ya Gue ingat. Kenapa?” tanyaku.
“Saat itu Aku nangis, itu bukan karena Ardit.” Ucapnya yang membuatku membelalakan mata menatapnya
“terus?”
“Aku nangis karena kamu...” Kiran menatapku, tatapan ini lebih dalam, dan Aku tahu Ia sedang sangat serius sekarang.
“Gue? Perasaan Gue gak ngapa-ngapain Lo”
“Aku berniat dateng buat ngeliat makam Sherly, tapi waktu Aku hampir sampai di makam, Aku ngeliat kamu. Gak tahu kenapa Dann, tapi tiba-tiba dada aku sesak, Aku ngerasa aneh dan akhirnya aku mutusin buat nunggu kamu di dekat mobil kamu. Aku fikir itu cuma sesak nafas biasa karena aku kecapean, tapi itu aneh rasa saikitnya sama kayak dulu saat aku ngeliat Ardit sama Sherly, Aku..aku nahan buat gak nangis Dann, Aku berusaha biar saat kamu kembali Aku bisa nyapa Kamu dengan biasa, tapi saat aku ngeliat Kamu, Dada aku justru semakin sakit. Aku..”
Sebelum Kiran meneruskan ceritanya, Aku sudah memeluknya lagi. Tanpa Ia mengatakan apapun, Aku tahu apa maksudnya itu.
“I know.. enough Kiran..” Aku memeluknya seraya mengusap rambut panjangnya. Walau sudah terkena air hujan, namun rambut Kiran masih wangi seperti biasa.
Kiran membalas pelukanku, Ia melingkarkan tangannya di pinggangku. Perlahan garis senyumku menarik sendiri, merasa senang karena pelukan kali ini sangat berbeda. Lebih hangat dan membahagiakan.
“So? Kita Jadian?” Aku melepaskan pelukan dan memandangnya sambil terus memegang bahunya. Kiran menatapku dan Ia hanya mengangguk.
Aku mendekatkan wajahku dan mencium keningnya.
“Baju Lo masih basah, pake baju Gue aja ya?” Tanyaku saat aku menyadari baju Kiran yang masih sangat basah walau sudah di lap menggunakan handuk beberapa kali.
“Kok kamu mesum!!!!” Tiba-tiba Kiran teriak dan memandangku aneh.
“Apa sih Kiran....? Masa kamu ngatain aku mesum!” tanyaku yang terkejut dengan sikapnya.
“Wah Kamu mesummm!! Danny mesum!!! Ih....” Ia berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke arahku
“Kirannn!!!!!!” Aku berdiri dan bertolak pinggang
“Hahahaha... Aku lebih suka kamu ngomong Aku Kamu, lebih sopan” Kiran tertawa dan ikut berdiri.
“Okay.. mulai sekarang Aku ngomong Aku Kamu, sama Kamu..”
“Sama aku doang?” tanya Kiran memastikan
“Ya, mau sama siapa lagi?” tanyaku bingung
“Ardit gitu..?”
“Mimpi.... Udah tunggu, aku ambilin baju yang bisa kamu pake”
Aku meninggalkan Kiran dan berlari ke kamar ku untuk mengambilkan baju untuknya. Seraya berjalan menuju kamarku, aku seperti orang gila yang senyum-senyum sendiri. Dulu aku menganggap Kiran itusumber kebisinganku, terlalu aktif dan cerewet. Namun sekarang aku sadar bahwa Kiran adalah satu-satunya alasan aku dapat tertawa saat ini, karena itu aku tak akan melepaskannya, tidak akan pernah.
***


To : Kiran
Besok ada schedule?

Hmm, niat mau minta maaf ke Ardit


Caranya?
        


Aku ajak jalan
                                                                                   
                                                                                     
            Membaca pesan dari Kiran Aku segera menekan tombol telepon.
            “Ya, Kiran disini...”
            “Jangan pergi”
            “Danny.. kok private number?”
            “Gak penting Kiran. yang penting kamu gak boleh pergi sama Ardit!”
            “Dann, kamu tahu kan kemarin Aku jahat banget sama Ardit?”
            “Gak! Apapun alesan kamu, aku gak suka kamu jalan sama Ardit!!”
            “Danny...”
            “Engak Kiran....”
            “I Love You....”
            Mendengar Kiran mengatakan tiga kata itu membuatku terdiam.
            “Apapun yang kamu pikirin tentang aku dan Ardit, itu gak akan terjadi. Aku kan punya kamu”
            “okay okay.. gak boleh lebih dari satu jam”
            “Danny....”
            “okay satu setengah jam...”
            “Dann....”
            “okay terakhir, dua jam. Gak lebih!”
            “Danny...”
            “Apa lagi????” aku menyela sebelum Kiran menyelesaikan kalimatnya.

            “Sensi banget sih, aku Cuma mau bilang. Danny.... makasih”

1 komentar:


  1. Hanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :

    Bonus New Member 20%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 300.000,-
    * TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Di Berikan Di Depan
    * Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw

    Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 100.000,-
    * TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Diberikan Di Depan

    Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!

    hubungi kami di :
    BBM : e3a9c049
    LINE: icg88poker
    Whattsapp : 081360618788

    BalasHapus