Stay with me
Aku duduk bersama Ardit di sofa yang
berada di ruang tamu Kiran. Suatu keajaiban aku bisa duduk bersebelahan
dengannya, satu-satunya orang yang ingin aku hindari. Terpaksa, pasti apa yang
aku lakukan ini terpaksa. Alasannya? Ya karena kejadian kemarin di rumahku, aku
tak bisa menjawab pertanyaannya dan Kiran dengan cepat menghubungi Ardit untuk
menjemputnya. Tentu saja Ardit akan bergerak seribu langkah untuk segera sampai
di rumahku. Aku tahu jelas apa yang ada dalam otaknya, Ia pasti berpikir bahwa
jika Ia terlambat, Aku akan merebut Kiran darinya. Kekanakan.
“Gue peringatin lo, kalo sampe lo
ngerebut Kiran dari gue, gue bisa habisin lo detik itu juga” Ardit membuka
pembicaraan setelah kurang lebih tiga menit kami saling diam.
Aku tersenyum,
“Gue bisa dibilang ngerebut Kiran
dari lo, kalo udah jelas lo sama dia jadian. Kurang dari itu, gue masih sah sah
aja buat bikin Kiran sama gue.” Balasku.
Ardit hanya menatapku tajam, dia
tidak membalas perkataanku. Melihat tangannya yang sudah terkepal sepertinya ia
hendak memukulku. Tapi aku tahu, dia tidak mungkin melakukannya disini.
“hai, maaf ya lama..” Kiran muncul
tepat di hadapan kami.
“gapapa kok” ucap Ardit seraya
berdiri dan mencium pipi kanan dan kiri Kiran. Oh My God!
“Gak biasanya kalian dateng
barengan. Ada apa?” Kiran duduk di sofa
yang berada di depan kami.
“ada hal yang belum clear Kiran.” Aku menatap Kiran, Aku
yakin Kiran mengerti tapi Ia langsung mengalihkan perhatiannya ke Ardit.
“Aku mau ajak kamu jalan. Kamu bisa
kan? Aku yakin kamu pasti suka” ucap Ardit seraya mencibirku. Seolah Ia tahu
bahwa Kiran pasti mengiyakannya.
Beberapa detik Kiran diam, Aku yakin
Ia sedang menimbang dengan siapa dia harusnya ikut dan Aku yakin, Ardit
memiliki persentase yang paling besar. Aku sudah tahu itu, maka dari itu Aku
sudah berencana akan lari sambil menarik tangan Kiran dan...
“Maaf dit, Aku masih ada urusan sama
Danny” bagaikan petir di siang hari yang panas, Kiran menghancurkan rencanaku.
Tidak, bukankah ini seperti mimpi.
“tapi, urusan apa? Sejak kapan kamu
punya urusan yang penting sama orang ini? Lebih baik kita jalan-jalan Kiran”
Raut kekecewaan di wajah Ardit jelas terlihat dan tentu saja raut wajah
kemenangan ada padaku.
“maaf dit, Besok Aku telepon kamu
kalo aku kosong, gimana?” Inilah Kiran, seorang wanita yang selalu merasa tidak
enak hati. Mengapa Ia harus menelpon Ardit, seharusnya Ia biarkan saja Ardit
sendiri.
“Maksud lo apa sih Dann!!” tiba-tiba
Ardit menarik kerah kemejaku. Ia menatapku dengan penuh amarah.
“Lo bujuk pake apa Kiran? Hah!!”
Ardit semakin memperkuat genggamannya.
“Ardit, kamu ngapain sih. lepas!”
Kiran mendekat dan mencoba melepaskan genggaman Ardit di kerah bajuku.
“Lo gak punya malu ya? Mau mukul di
depan cewe?” aku berusaha menahan emosiku.
“maksud lo?!” Ardit semakin marah
“Dann, kamu diem dulu” Kiran
menatapku. Aku tak menjawab dan hanya diam.
“Dit, kamu kenapa sih? Lepasin Danny
sekarang!” Kiran sedikit membentak Ardit namun Ardit tetap dengan posisinya,
tetap menatapku.
“Lepas!!! Ardit Lepas!!!” prang Kiran berteriak seraya melemparkan
vas bunga ke jauh di depan pintu masuk. Seketika Ardit sadar dan melepaskan
genggamannya.
Kiran berdiri di depan ku, deru
nafasnya sangat terdengar. Ini pertama kalinya aku melihat Kiran berteriak
marah dan melempar sesuatu. Aku tak bisa melihat wajah Kiran, namun wajah Ardit
yang terkejut bisa ku lihat dengan jelas. Entah bagaimana ekspresi Kiran
menatapnya, namun Ardit tanpa berbicara apapun langsung berlari keluar.
“Kiran..” Kiran hampir saja jatuh,
untung aku bisa cepat memegangnya. Aku membopoh Kiran untuk duduk. Terdengar
jelas deru nafas Kiran. Ia hanya membentak dan membanting vas bunga, namun
seolah dia telah melakukan hal yang sangat melelahkan. Aku berlari ke arah
dapur dan mengambil segelas air mineral.
“Minum dulu.” Kiran menggenggam
gelas, tangannya gemetar.
“Are you okay?” Tanyaku seraya
menaruh gelas itu ke meja. Kiran masih tidak menjawab, nafasnya masih tidak
beraturan. Ia menundukan kepalanya, tangannya pun masih gemetar. Aku tidak tahu
apa yang terjadi padanya, namun ini membuatku khawatir dan takut.
“Kiran, seenggaknya lo ngomong lo
baik-baik aja atau apapun” Aku berlutut dihadapannya yang masih tertunduk
lemas. Tiba-tiba aku mendapati ada air mata di pipinya, Ia menangis.
“Kiran....” Aku memegang kedua
pipinya dengan kedua tanganku agar aku bisa benar-benar melihat wajah Kiran.
“I’m okay.. Danny” Dengan nafas yang
masih tidak beraturan Kiran menjawabku. Suaranya purau, tidak jelas, tapi aku
tahu Ia hanya tidak ingin membuatku panik.
Aku terus menatapnya, tanganku
perpindah ke bahunya, menopang bahunya. Kiran tak bicara apapun, Ia hanya
berusaha mengatur nafasnya dengan tangan yang masih gemetar dan air mata yang
masih terus mengalir. Sebenarnya ada apa dengan Kiran.?
“Maaf Dann, maaf..” Suara Kiran
lebih jelas dari sebelumnya, tanpa meminta izin terlebih dahulu, aku langsung
memeluk tubuhnya.
“Aku tidak bermaksud berteriak dan
membanting vas itu, aku .. aku..” Kiran bicara, ya Ia bicara sangat jelas
sekarang.
“Sssttt, udah gapapa, bukan salah
lo”
“aku.. aku gak mau kamu terluka.
Ardit bisa berbuat apa aja yang dia mau, aku Cuma...”
“Ssstt..”aku melepaskan pelukanku
dan meletakan jari telunjukku tepat dibibirnya agar Ia berhenti berbicara.
“Gue tahu..”
***
“Kamu mau ngajak aku kemana?” Tanya
Kiran.
“Lo duduk dan istirahat aja, nanti
juga lo tau”
Kami sudah berada di dalam mobilku.
Masih seperti niatku dari awal ingin menemui Kiran, untuk membuat semua menjadi
jelas dan pasti. Memastikan hal yang aku ragukan, menjawab semua hal yang aku
pertanyakan dalam diriku. Pertanyaan-pertanyaan Kiran yang tak bisa ku jawab,
akan Aku jawab hari ini.
“Dann, ini kan..”
“Ya, Gue mau Kita ke makam Sherly.”
Aku dan Kiran sudah berada di makam
Sherly, Aku yakin Kiran pasti bingung. Tapi apa yang Aku rasakan juga membuatku
bingung.
“Danny...”
“Hmm, hai Sher.. Aku kesini hanya
untuk menjawab semua pertanyaan Kiran. Aku bingung harus menjawab apa, dan aku
pikir kalo aku jawab di depan kamu akan lebih mudah mengatakannya” ucapku
tertuju pada makam Sherly
“So, apa pertanyaan Lo?” Aku menatap
Kiran
“Danny, ini gak lucu..” Kiran
menatapku dengan mimik wajah tidak percaya.
“Gue lagi gak ngelucu Kiran, So
Please...”
Kiran menatap ku dan makam Sherly
bergantian, seolah menimbang apa yang harus Ia lakukan. Aku yakin Kiran pasti
merasa aneh berdiri disini, dihadapan makam Sherly bersamaku. Dulu aku tidak
percaya dengan ucapan orang yang berkata bahwa dunia itu sempit, namun saat ini
detik ini aku percaya itu. Aku bisa menyukai dua orang yang sangat bertolak
belakang bahkan saling membenci.
“Danny.. sebenernya apa yang mau
kamu omongin?” Tanya Kiran yang sekarang tepat berada di samping ku, Ia
menatapku bingung.
“Lo mau tau apa jawaban dari
pertanyaan lo kemaren kan? Gue akan jawab itu disini” Aku memposisikan tubuhku
untuk berhadapan dengannya. Kiran mendongak menatapku, bibirnya sempat
bergetar, sepertinya Ia ingin mengatakan sesuatu namun tidak jadi.
“Lo mau tahu kenapa kemaren Gue bisa
ada di bandara?” Aku menatap Kiran
“Lo mau tahu kenapa Lo harus ngasih
tahu Gue kalo Lo mau pergi kan?” Tanyaku lagi dan hanya disambut anggukan oleh
Kiran.
“Gue.. Gue suka sama Lo Kiran. Gue
punya rasa sama Lo. Gue gak tahu ini nyata atau gak, tapi Gue beraniin diri
buat Gue bilang itu ke Lo di hadapan makam Sherly, biar Gue gak ragu dan
bingung lagi. Gue khawatir, Gue cemas, Gue gelisah saat Gue gak bisa nemuin Lo,
saat Gue gak bisa ngeliat Lo, saat Gue gak bisa liat senyum Lo, dan Gue takut
kehilangan Lo saat Lo mulai diem dan gak mau ngomong sama Gue.. saat.”
“Danny...” Kiran menyela ucapanku.
“Hmm?”
“Kamu di depan makam Sherly...”
ucapnya seraya mengalihkan pandangan ke batu nisan bertulisan nama Sherly. Lalu
Ia diam beberapa detik.
“Dia pasti sedih, Sherly pasti sedih
Dann. Sherly pasti sayang banget sama kamu, kalo kamu ngomong kayak gitu di
depan Sherly, dia pasti sangat sedih.”
“Sherly orang yang Gue sayang di
masa lalu Gue Kiran, Orang yang udah gak mungkin bisa ada di masa sekarang
bahkan masa depan Gue” Jawabku yang membuat Kiran kembali menatapku
“saat ini, Gue cuma mau mastiin kalo
hati Gue gak salah. Gue mau menetapkan hati Gue. Gue, Suka sama Lo Kiran.” Aku
memegang kedua lengan atasnya agar tubuhnya tegap berada di hadapanku, agar
matanya hanya tertuju padaku.
“Danny.. Kamu mungkin cuma lagi
bingung, kamu mungkin cuma terlalu ngebenci Aku. Kamu inget gak? Kamu pernah
bilang bahwa Aku beda dari Sherly, itu kenapa Ardit lebih milih Sherly. Aku itu
terlalu banyak bicara berbeda dari Sherly. Aku itu...” Sontak aku langsung
memeluk Kiran saat Ia mulai mengungkit apa yang aku katakan dahulu.
“Maaf.. maafin Gue.” Aku memeluk
Kiran lebih erat saat aku rasakan Ia mulai terisak.
“Aku gak boleh ngerebut kamu dari
Sherly, Dann. Aku akan sangat jahat kalo aku ngelakuin itu.. Danny.. kamu...”
“Diem!” Aku melepaskan pelukanku dan
menatapnya.
Tiba-tiba terdengar suara tetesan
air hujan, sontak aku langsung menarik tangan Kiran untuk berlari mencari
tempat untuk berteduh. Pemakaman ini hanya memiliki tempat berteduh di tempat
parkir, jadi aku harus berlari agak jauh untuk sampai di tempat yang teduh.
“Ayo...” Saat sudah hampir tiba,
Kiran melepas tanganku. Aku sudah berdiri disebuah teras kecil di dekat
parkiran. Namun Kiran tetap berdiri di tempat yang terkena air hujan.
“Apa yang Lo lakuin.. Lo bisa sakit”
Aku melepas jaketku dan meletakannya di atas kepala Kiran.
“Aku mau disini..ini lebih baik buat
Aku sekarang Dann” Kiran menjawab sambil menunduk, Ia tak menatapku sedikitpun.
Aku memegang dagunya dan mengangkatnya
sedikit. Aku bisa melihat air yang menetes dari matanya. Aku tahu sekarang, Ia
hanya tidak ingin terlihat menangis, Ia ingin air matanya bercampur dengan air
hujan. Aku meletakan jaketku di pundaknya, lalu ku peluk Kiran seerat mungkin.
“Lo harus tahu! Gue benci liat lo
nangis. Terakhir kali lo nangis di tempat ini bikin Gue panik, begitu pula saat
ini”
***
Kiran meminum coklat panas yang baru
saja ku buat. Ya, Sekarang kami sudah berada di rumahku. Membujuknya untuk naik
ke dalam mobil cukup sulit, namun bukan Danny namanya jika tidak bisa memaksa
orang.
“Bisa kita lanjutin apa yang Gue
omongin di makam tadi?” tanyaku seraya duduk di sampingnya.
“apa lagi yang mau kamu omongin?”
Kiran bertanya dengan lebih ceria. Mungkin sedikit salah membawanya ke makam.
“Lo belom jawab Kiran...” Aku
menaruh cangkir ku di atas meja dan memposisikan dudukku menyamping agar bisa
menatapnya.
“emang kamu nanya sesuatu ke Aku?
Seinget aku enggak” Kiran menaruh cangkirnya dan menghadap ke arah ku dengan
bertolak pinggang.
“Oh My God Kiran, masa iya Lo gak
ngerti?”
Kiran hanya menggeleng mendengar
pertanyaanku.
“Okay.. jadi Lo mau Gue ngomong?”
Kiran mengangguk
“Duh, Lo gak bisa menginterpretasikannya sendiri
emang?” Tanyaku lagi. Ini pertama kalinya Aku harus meminta seseorang untuk
menjadi kekasihku. Sebelumnya, Sherly langsung mengerti dengan apa yang Aku
ucapkan.
“Jadi Kamu punya pertanyaan atau gak?” Kiran merubah
posisi tangannya. Sekarang Ia melipat kedua tangannya di depan. Tatapannya
menuntut dan itu membuatku tambah gugup.
“Okay!!! Gimana perasaan Lo sama Gue?” Aku
menatapnya tajam. Tangan kananku ku letakan di atas sofa dan tangan kiri ku
mengepal tepat di atas pahaku.
“Kok kamu nanyanya gitu....” raut kekecewaan
terlihat jelas di wajah Kiran
“What?”
“Aku kira kamu bakal nanya, Kamu mau gak jadi pacar Aku? Gitu”
“Hahahahhahahaahha... So, apa jawaban Lo?” Aku
mendekatkan posisiku dengannya.
“Dann, inget gak terakhir kali aku nangis di
parkiran makam?” mimik wajah Kiran berubah serius.
“Sekitar sejam yang lalu?”
“Bukan yang tadi.....” wajahnya kembali memasang
mimik kecewa dan itu sangat lucu.
“haha, ya Gue ingat. Kenapa?” tanyaku.
“Saat itu Aku nangis, itu bukan karena Ardit.”
Ucapnya yang membuatku membelalakan mata menatapnya
“terus?”
“Aku nangis karena kamu...” Kiran menatapku, tatapan
ini lebih dalam, dan Aku tahu Ia sedang sangat serius sekarang.
“Gue? Perasaan Gue gak ngapa-ngapain Lo”
“Aku berniat dateng buat ngeliat makam Sherly, tapi
waktu Aku hampir sampai di makam, Aku ngeliat kamu. Gak tahu kenapa Dann, tapi
tiba-tiba dada aku sesak, Aku ngerasa aneh dan akhirnya aku mutusin buat nunggu
kamu di dekat mobil kamu. Aku fikir itu cuma sesak nafas biasa karena aku
kecapean, tapi itu aneh rasa saikitnya sama kayak dulu saat aku ngeliat Ardit
sama Sherly, Aku..aku nahan buat gak nangis Dann, Aku berusaha biar saat kamu
kembali Aku bisa nyapa Kamu dengan biasa, tapi saat aku ngeliat Kamu, Dada aku
justru semakin sakit. Aku..”
Sebelum Kiran meneruskan ceritanya, Aku sudah
memeluknya lagi. Tanpa Ia mengatakan apapun, Aku tahu apa maksudnya itu.
“I know.. enough Kiran..” Aku memeluknya seraya
mengusap rambut panjangnya. Walau sudah terkena air hujan, namun rambut Kiran
masih wangi seperti biasa.
Kiran membalas pelukanku, Ia melingkarkan tangannya
di pinggangku. Perlahan garis senyumku menarik sendiri, merasa senang karena
pelukan kali ini sangat berbeda. Lebih hangat dan membahagiakan.
“So? Kita Jadian?” Aku melepaskan pelukan dan
memandangnya sambil terus memegang bahunya. Kiran menatapku dan Ia hanya
mengangguk.
Aku mendekatkan wajahku dan mencium keningnya.
“Baju Lo masih basah, pake baju Gue aja ya?” Tanyaku
saat aku menyadari baju Kiran yang masih sangat basah walau sudah di lap
menggunakan handuk beberapa kali.
“Kok kamu mesum!!!!” Tiba-tiba Kiran teriak dan
memandangku aneh.
“Apa sih Kiran....? Masa kamu ngatain aku mesum!”
tanyaku yang terkejut dengan sikapnya.
“Wah Kamu mesummm!! Danny mesum!!! Ih....” Ia
berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke arahku
“Kirannn!!!!!!” Aku berdiri dan bertolak pinggang
“Hahahaha... Aku lebih suka kamu ngomong Aku Kamu, lebih sopan” Kiran tertawa dan
ikut berdiri.
“Okay.. mulai sekarang Aku ngomong Aku Kamu, sama Kamu..”
“Sama aku doang?” tanya Kiran memastikan
“Ya, mau sama siapa lagi?” tanyaku bingung
“Ardit gitu..?”
“Mimpi.... Udah tunggu, aku ambilin baju yang bisa
kamu pake”
Aku meninggalkan Kiran dan berlari ke kamar ku untuk
mengambilkan baju untuknya. Seraya berjalan menuju kamarku, aku seperti orang
gila yang senyum-senyum sendiri. Dulu aku menganggap Kiran itusumber
kebisinganku, terlalu aktif dan cerewet. Namun sekarang aku sadar bahwa Kiran
adalah satu-satunya alasan aku dapat tertawa saat ini, karena itu aku tak akan
melepaskannya, tidak akan pernah.
***
|
|
Besok ada schedule?
Hmm, niat mau minta maaf ke Ardit |
|
Aku ajak jalan |
Membaca pesan dari Kiran Aku segera menekan tombol
telepon.
“Ya, Kiran disini...”
“Jangan pergi”
“Danny.. kok private number?”
“Gak penting Kiran. yang penting kamu gak boleh pergi
sama Ardit!”
“Dann, kamu tahu kan kemarin Aku jahat banget sama
Ardit?”
“Gak! Apapun alesan kamu, aku gak suka kamu jalan sama
Ardit!!”
“Danny...”
“Engak Kiran....”
“I Love You....”
Mendengar Kiran mengatakan tiga kata itu membuatku
terdiam.
“Apapun yang kamu pikirin tentang aku dan Ardit, itu gak
akan terjadi. Aku kan punya kamu”
“okay okay.. gak boleh lebih dari satu jam”
“Danny....”
“okay satu setengah jam...”
“Dann....”
“okay terakhir, dua jam. Gak lebih!”
“Danny...”
“Apa lagi????” aku menyela sebelum Kiran menyelesaikan
kalimatnya.
“Sensi banget sih, aku Cuma mau bilang. Danny....
makasih”

BalasHapusHanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :
Bonus New Member 20%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 300.000,-
* TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Di Berikan Di Depan
* Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw
Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 100.000,-
* TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Diberikan Di Depan
Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!
hubungi kami di :
BBM : e3a9c049
LINE: icg88poker
Whattsapp : 081360618788