Rabu, 02 November 2016

[NOVEL] I Love You Before - Bab IV

Bab IV

My Mistakes
            Kiran duduk di ujung tempat tidurnya sambil menangis, sejak ia dibopoh oleh Ardit tadi, ia terus menangis dan entah mengapa aku merasa tidak nyaman mendengar tangisnya di tambah lagi airmatanya sudah membasahi wajahnya.
            “Dit... sakit” Kiran meremas seprai.
            “apa sih kamu lihat pas jalan? Kamu emang harus selalu berada disamping aku” ucap Ardit seraya membersihkan luka di kaki Kiran.

            Mendengar Kiran mengucapkan kata sakit, aku merasa itu bukan karena luka di kakinya, ia seharusnya berteriak kesakitan saat ia menginjak pecahan kaca tadi namun ia hanya diam dan terus berjalan.
            Aku merasa Kiran sedang menyembunyikan sesuatu, entah dari Ardit atau bahkan dariku. Aku rasa ada yang membuatnya menangis, bukan tentang luka di kakinya namun tentang hal lain yang aku juga tidak tahu apa itu.
            “Ardit...” aku sentak terbangun dari pemikiran-pemikiranku tadi saat aku mendengar suara Kiran. Dan saat aku tersadar, Kiran sudah berada dalam pelukan Ardit.
            “sakit Dit...”
            “it’s okay, sebentar lagi pasti akan hilang sakitnya” Ardit membelai rambut Kiran.
            Perlahan aku melangkah keluar kamar, aku tak ingin melihat adegan-adegan seperti itu. Aku merasa bodoh karena tadi membiarkan Ardit mengambil Kiran dari sisiku, seharusnya aku mempertahankan Kiran denganku. Melihat semua adegan mesra Kiran dan Ardit membuatku ingin berlari dan memukul lelaki itu.
***
            “sebaiknya Lo ngejauhin Kiran” Ardit sudah berada di sisiku saat ini, tadi ia mengirim pesan padaku untuk menemuinya di pantai.
            “kenapa?”
            “karena dia adalah milik Gue”
            “Kiran enggak pernah bilang kalo dia itu punya Lo” aku menoleh untuk menatap Ardit, ku masukan tanganku pada kedua saku.
            “tapi Lo pasti tahu kalo Kiran itu cinta sama Gue”
            Aku terdiam saat Ardit meluncurkan kata-katanya barusan, aku menatapnya tak percaya, ia berani menggunakan alasan itu. Alasan yang seharusnya membuat ia merasa bersalah justru ia gunakan untuk mempertahankan Kiran. Itu berarti Ardit sadar bahwa Kiran sangat mencintainya dulu.
            “Kalo gitu, kenapa dulu lo nyampakin dia? Lo gak peduli sama dia kan? Kenapa gak dari dulu lo terima dia dan malah ngejar-ngejar Sherly? Lo egois!”
            “Gue bukan egois, Gue Cuma gak mau apa yang seharusnya jadi milik gue direbut lagi sama Lo” Ardit membulatkan matanya, saat ini dia sudah menatapku dengan tatapan tajam seolah ia ingin mengintimidasiku.
            “Gue gak pernah ngerebut siapapun dari Lo!!”
            “Lo ngerebut Sherly dari Gue! Lo lupa?? Hah!”
            Aku menarik nafasku agar tidak terbawa emosi, mungkin sebentar lagi Ardit akan memukulku.
            “Sherly enggak cinta sama Lo”
            “dia bakal cinta sama Gue kalo aja Lo gak dateng di kehidupannya!!!” dengan gerakan cepat Ardit sudah memegang kerah bajuku dan tangan kanannya sudah mengepal siap untuk meninjuku.
            “Dit.” sontak aku menoleh dengan cepat, suara Kiran sudah sangat familiar di telingaku.
            “apa yang sedang kalian lakukan?”
            “Kiran. kenapa keluar? Luka kamu belum sembuh” Ardit dengan cepat melepaskan cengkraman tangannya dari kerah bajuku dan langsung mendekat ke Kiran.
            “enggak kok, aku udah lebih baik.” Ohh tidak, Kiran kembali tersenyum. Untuk beberapa saat hari ini, aku tidak pernah melihat ia tersenyum. Ia seperti Kiran yang tidak ku kenal.
            “oke oke, ayoo.” Ardit dengan cekatan memegang pundak Kiran dan menuntunnya kembali ke resort.
            Seharusnya aku mengatakan sesuatu, seharusnya aku menanyakan keadaannya, seharusnya tak kubiarkan Ardit menuntunnya dan aku yang mengantarnya kembali. Seharusnya sejak awal, tak kubiarkan Kiran berada di dekat Ardit karena itu membuat Kiran menjadi jauh dan semakin jauh dariku.
***
            Aku berdiri tepat di depan pintu kamar Kiran, proses Shooting berjalan lancar beberapa hari ini, namun Kiran tidak banyak bicara padaku, ia seolah menjauhiku dan aku tidak suka menyadarinya. Aku menginginkan Kiran yang dulu, Kiran yang pertama kali ku kenal tanpa mengetahui hubungannya dengan Ardit, Beni, Sarah bahkan tanpa mengetahui kebenciannya terhadap Sherly.
            “Danny...”
            Aku kaget mendapati Kiran sudah berada di depanku, entah sejak kapan ia telah membuka pintu kamarnya, aku bahkan belum mengetuknya satu kali pun.
            “kenapa berdiri depan pintu? Masuk yuk”
            Aku tak menjawab pertanyaannya, aku hanya terus berjalan memasuki kamarnya lalu menutup pintu.
            Tak ada suara apapun lagi, Kiran tak lagi menanyaiku apapun, ia justru berjalan menuju dapur kecil di kamarnya, mungkin untuk mengambilkan ku segelas air.
            Aku mengikutinya, kakinya tak lagi pincang itu berarti lukanya sudah membaik. Aku hanya berdiri di belakang Kiran seraya memperhatikannya mengambil gelas dan membuatkanku sebuah cappucino. Melihat Kiran dari belakang, memperhatikan punggung dan tangannya bergerak, aku ingin sekali memeluknya, aku ingin membelai rambutnya.
            “Kiran..” aku memutuskan untuk menegurnya yang masih sibuk menuangkan air panas ke dalam cangkir yang sudah terisi bubuk cappucino.
            “hmm” Kiran tak menengok, ia terus sibuk dengan kegiataannya.
            “Sorry..” aku tak tahu mengapa aku meminta maaf padanya, namun kalimat itu meluncur begitu saja tanpa aku pikirkan sebelumnya.
            “maaf untuk apa ? apa kamu melakukan kesalahan sama aku?” Kiran tetap tak berbalik, ia sibuk mengaduk cangkir yang sudah terisi air panas dan bubuk cappucino.
            “Kiran..” aku memegang tangan kanannya yang sedang mangaduk, ku pegang bahunya dan memutar tubuhnya agar menghadapku.
            “Gue gak tahu apa salah Gue, tapi Gue minta maaf kalo aja Gue punya salah sama Lo. Lo berubah Kiran, Lo ngejauhin Gue” ku pegang bahunya dengan kedua tanganku agar ia dapat menatapku.
            “Danny... kamu enggak punya salah apapun, kenapa harus minta maaf? Lagi pula, apa maksud kamu, aku berubah ? aku sama aja” Kiran memegang kedua tanganku yang ada di bahunya dan perlahan ia melepaskan tanganku agar tak berada disana.
            “ayo kita minum cappucino.. ini buat kamu” Kiran memberiku satu gelas lalu ia berjalan mendahuluiku menuju sofa yang terletak tidak jauh dari tempat tidurnya.
            Aku berjalan mengikutinya dari belakang, ia duduk seraya menyesap cappucino miliknya. Perlahan ia tersenyum dan aku bersumpah bahwa senyum itu yang sangat aku rindukan beberapa hari ini.
            “kamu tahu, aku sangat menyukai cappucino. Saat aku meminumnya, saat itu pula aku merasa beban di pundakku berkurang, saat itu juga aku bisa meninggalkan hal-hal yang memenuhi pikiranku dan aku dapat bernafas lebih lega dari sebelumnya” ia tetap tersenyum menatapku, aku tak mengerti apa maksudnya mengatakan semua hal itu.
            “kamu enggak mau duduk?”
            “ohh ya.” Aku perlahan duduk disampingnya, ku minum sedikit cappucinoku dan berusaha lagi melihat ke arah Kiran.
            Gadis ini terus membuatku bertanya, apa yang sedang ia pikirkan? Apa yang ia rasakan? Dan apa yang sebenarnya ia inginkan? .
            “nanti sore kamu duduk disebelahku kan?” setelah melewati waktu diam selama tiga menit, Kiran akhirnya melihat ke arahku dengan senyumnya lagi.
            “hmm? Gue?”
            “Ya.. saat perjalanan kemari kamu ada disampingku dan aku merasa lebih nyaman. Jadi, aku harap kamu enggak keberatan duduk bersebelahan denganku”
            Aku mendengar nada bicara Kiran yang kembali ceria, ia kembali melihatku sambil tersenyum, ia kembali menjadi Kiran yang ku kenal sebelumnya.
            “Ya.. tentu”
***
            “Ardit...” Kiran berlari ke arah Ardit dan dalam hitungan detik, Kiran sudah berada dalam pelukan pria itu.
            Aku ingin sekali berlari dan menarik Kiran dari sana, tapi untuk apa? Siapa Kiran untukku? Dan siapa aku untuk Kiran?
            “aku baru saja tiba tapi kamu udah mau pergi” Ardit merenggangkan pelukannya dan Kiran pun melepaskan rangkulan tangannya pada leher Ardit.
            “kita bisa ketemu lagi di Jakarta kan. Kamu selesaiin pekerjaanmu dulu... see you Dit”  Tanpa mendengar jawaban Ardit, Kiran kembali berlari ke arahku dan tersenyum.
            “Ayo..” Kiran menggandeng tanganku dan berjalan dengan cepat. Aku hanya bisa mengikuti langkahnya yang cepat, seakan tubuhku yang di tarik oleh tubuh mungilnya, aku hanya mengikutinya, tak ingin mengelak dan tak ingin menghentikannya.
            Tanpa sadar Ardit sudah menatapku dengan tatapan yang tajam. Ardit memang orang yang dicintai Kiran, tapi Ardit juga orang yang ditinggalkan Kiran hanya untuk menggandeng tanganku. Walau karena kebetulan, tapi aku yakin bahwa ini merupakan rencana Tuhan.
***
            Saat ini Kiran berada di sampingku, menunggu yang lain di Bandara Ngurah rai Bali. Aku memperhatikannya hanya menengok kanan kiri, ia melihat keadaan sekitar yang cukup ramai.
            “kenapa ya orang-orang suka banget ke Bali?” tanyanya
            “mungkin Bali salah satu pulau terindah di Indonesia, di luar negeri juga Bali kan terkenal” jawabku
            “iya sih, aku pengen deh kayak mereka yang bisa suka sama pantai”
            Aku diam, tidak tahu harus menanggapai apa dengan perkataan Kiran barusan. Aku tak ingin membuatnya tidak nyaman, tidak sama sekali.
            “Danny!!” aku menoleh ke sumber suara yang memanggilku. Aku melihat Beni melambai seolah menyuruhku mendekat.
            “sebentar. Gue kebelakang dulu ya” Kiran hanya mengangguk lalu tersenyum
            Aku berjalan mendekati Beni. Tidak biasanya Beni memanggilku saja, biasanya ia juga memanggil Kiran.
            “kenapa Ben?” tanyaku to the point
            “Lo suka sama Kiran?”
            “Hah? Maksud lo apa?” tanyaku lagi
            “Gue tanya Danny, Lo suka sama Kiran? Tinggal jawab iya atau enggak”
            “kenapa sih Lo tiba-tiba nanya ginian, lo tau lah gue Cuma suka sama Sherly” jawabku sedikit kesal
            “Sherly udah meninggal Dan”
            “So? Ada masalah dengan itu?” aku menatap Beni tajam
            “gak masalah lo masih mempertahankan perasaan lo sama Sherly, yang salah kalo lo suka sama Kiran”
            “Hah?”
            “Gue gak mau Kiran terluka lagi Dann, udah cukup gue ngeliat Kiran disakitin sama Ardit. Gue gak mau lo nyakitin dia nantinya”
            “Nyakitin gimana sih Ben? Gue bingung ya tiba-tiba lo ngomong kayak gini ke gue”
            “Dann, kalo lo suka sama Kiran itu sebenernya bagus ajah, jadi ada yang ngehalangin Ardit buat deket sama Kiran, Gue gak suka sama dia. Tapi kalo lo suka sama Kiran dan lo masih sangat mencintai Sherly, Gue rasa Lo harus ngejauhin Kiran Dann”
            “Duh! Gue gak ngerti ya Ben. Siapapun itu berhak buat suka sama siapa ajah, gue gak bisa bilang kalo gue gak akan suka sama Kiran, karena gue gak tau masa depan Ben. Tapi, masalah Ardit biar Gue yang ngurus, mungkin Lo agak gak enak kalo nyuruh Ardit jauhin Kiran, tapi Gue punya alasan yang kuat buat nyuruh dia Gak lagi deketin Kiran”
            Beni menepuk bahuku, lalu tersenyum. “Please, jagain dia Dann, Gue sayang banget sama dia”
            “trust me.” Aku menepuk balik pundak Beni.
***
            Aku berjalan perlahan mendekati Kiran yang masih duduk sendiri dan sedang sibuk dengan ponselnya. Rambutnya terurai, angin kecil membuat rambut itu sedikit berantakan, namun apapun keadaannya, Kiran masih saja terlihat begitu mempesona, ia mungkin sumber kebisinganku, tapi ia juga yang perlahan merubah hidupku.
            “cewe.. lagi ngapain?” aku langsung duduk disampingnya dan melihat tepat ke arah ponselnya.
            “Ihh. Danny.. kirain om om genit” Kiran memang terlihat sedikit kaget, wajahnya sedikit cemberut namun itu tak membuatku mengalihkan pandangan dari ponselnya. Disana jelas terlihat bahwa Kiran sedang mengirim pesan melalui line dengan Ardit.
            “Kenapa Dann?” sentak aku mengedipkan mata mendengar suara Kiran.
            “hmm enggak. Itu.. Lo line-an sama Ardit?” tanyaku
            “ohh iya nih, tapi Ardit aneh” Kiran sedikit memiringkan kepalanya sambil menatap layar ponselnya.
            “aneh gimana?” aku ingin tahu, ya ingin tahu.
            “aneh.. masa Ardit suruh aku jangan duduk samping kamu dan jangan deket-deket kamu” Kiran menoleh ke arahku, tak ada yang aneh dari tatapan Kiran, masih sama seperti tadi.
            “terus? Lo mau gitu?” aku penasaran, sangat penasaran dengan jawabannya.
            Kiran menatapku lalu kembali menatap layar ponselnya.
            “Aku masih tanyain kenapa dulu ke Ardit, tapi belum di bales nih” 
            “harus banget ditanya dulu kenapa? Emang kalo misalnya tuh Ardit jawab Lo bakal ngejauhin Gue gitu?” tanyaku lagi. Ardit benar-benar mengajak perang.
            “hmm, tergantung. Siapa tahu Ardit tahu kalo kamu ini penjahat, perampok, pemerkosa, psyco, atau bahkan kamu itu narapidana kasus mutilasi”
            “sialaannnnnnnn!!!!!” tanpa pikir panjang aku langsung memegang kedua sisi pipinya dan langsung mencubitnya. Posisi ini membuat wajahnya terlihat sangat lucu.
            “aduuhhh sakittt Dann....” Kiran membuka matanya dan saat itu juga aku baru sadar bahwa jarak kami sangat dekat. Dengan reflek aku melepaskan cubitan di pipinya.
            “Aduhhh.. jahat ih jahat.. aku bilangin Kak Beni nanti!”
            “haha Lo lucu.”
            “what? Kamu bilang apa tadi Daan?” seketika wajah Kiran sudah menampilkan wajah kepedeannya.
            “apa? Gue bilang apa?” aku pura-pura lupa, ia bisa sangat besar kepala nantinya.
            “ihh yang tadi”
            “yang tadi apa?”
            “ihh tadi tuh kamu bilang aku lucu yaa?” ia tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya.
            “dih ngaco Lo ah, udah yuk” aku langsung berdiri dan menggandeng tangan Kiran. Mungkin dulu aku tak akan mau duduk disampingnya, tak akan mau berbicara terlalu lama dengannya, tak akan mau bertanya padanya, bahkan hal yang aku lakukan saat ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Menggandeng tangannya, ini adalah hal yang bisa aku lakukan.
            Kiran terus bertanya tentang ucapanku tadi, sampai kami duduk di pesawat ia tetap saja bertanya. Ia seolah ingin memaksaku mengatakannya lagi dan mungkin saja ia merekamnya lalu ditunjukan keseluruh orang yang ada di pesawat.
            “kamu ngebetein ah! Tinggal ulangi aja gak mau” Kiran cemberut, ia melipat tangannya tepat di atas perutnya. Ia menoleh ke jendela seolah marah dan tak ingin berbicara denganku.
            “Gue ulangi, tapi Lo harus janji satu hal sama Gue” Kiran langsung menoleh ke arahku dengan senyum yang ceria.
            “oke oke, janji apa?” ia menatapku dengan senyumannya, senyuman khas Kiran yang dulu sangat aku benci dan sekarang justru sangat aku sukai.
            “apapun yang Ardit suruh tadi dan mungkin nanti, jangan pernah Lo turutin. Yang temenan sama Gue itu lo, yang tahu Gue juga Lo, bukan Ardit.”
            “hmmm? Itu...ahh.. oke oke. Aku emang gak akan ngelakuin yang Ardit suruh tadi kok hehe. Ayo ulangi kalimat yang tadi di bandara.. ayo ayo..” Kiran mungkin seumuran dengan Sherly, tapi tingkahnya benar-benar seperti anak SMA.
            Aku mendekatkan wajahku padanya, mendekatkan bibirku ketelinganya. “kamu lucu Kiran” dan seketika aku langsung menarik tubuhkan seraya menggenggam tangan kanan Kiran lalu memejamkan mata. Tak ada suara Kiran setelah itu, tidak ada.
***
            “Danny, udah sampe nih. Bangun dong” aku mendengar suara Kiran yang sejak tadi berusaha membangunkanku.
            “Danny, nanti Kak Beni ninggalin aku. Ayo bangun” lagi, aku suka menjaili gadis ini.
            “Danny, kamu boleh gak bangun tapi lepasin tangan aku dong” ia menggoyang-goyangkan tangan kananya.
            “Danny, aku cubiit nihhhhh!”
            “Auuww!!!! Sakit Kiran!” aku sontak membuka mataku dan berteriak, ia mencubit pipiku.
            “habis kamu gak bangun-bangun”
            “Gue tidur aja gak, ngapain gue bangun?”
            “ihh tau ah! Aku ditinggalin Kak Beni nih” Kiran berdiri dan berusaha keluar.
            “biar gue aja yang anterin. Ayoo” aku berdiri dan kembali menggenggam tangannya.
            Aku gila, aku benar-benar sudah gila. Gadis ini membuatku kembali hidup, kembali tersenyum dan tertawa. mungkin Tuhan menghadirkan dia untuk menggantikan Sherly, tapi mengingat Sherly, ia tidak akan pernah terganti oleh siapapun, ia gadis pertama yang aku cintai dan gadis pertama yang sangat mencintaiku.
            “Danny” aku menoleh mendengar Kiran memanggilku.
            “kenapa?”
            “aku kayaknya pulang sendiri aja deh” tatapannya berubah, sangat berubah.
            “Gue kan dijemput supir Gue, udah deh biar Gue anter ajah” aku kembali menggandeng tangannya setelah mengambil koperku.
            “aku gak enak Dann”
            “kasih ajah kucing kalo gak enak.” Jawabku agak sinis.
            “Danny.. kamu kan gak suka sama aku.”
            Sontak aku langsung berbalik dan menghadapnya. “harus banget gue suka sama lo? Mikir dong Kiran, kalo gue gak suka sama lo mana mungkin gue mau duduk di samping lo? Mana mungkin gue ngajak lo ngobrol? Mana mungkin gue berniat sangat baik dengan mau nganter lo? Bisa mikir kan nona Kiran?” jawabku agak ketus, sungguh aku tidak berniat begitu, namun mendengar ucapannya tadi sedikit membuatku emosi.
            “okay, I’m sorry...” Kiran sedikit kaget mendengar perkataan ketusku tadi, ia meminta maaf dengan sedikit tersenyum dan itu justru membuatku merasa sangat bersalah.
            “ah.. gue yang minta maaf. Gak maksud gitu. Udah yuk, mungkin gue sama lo Cuma lagi cape” aku langsung menggandeng tangannya lagi. Saat itu ia pun hanya mengangguk setuju.
            Gadis ini duduk di samping ku, ia hanya menghadap kejendela, padahal aku yakin bahwa tak ada yang patut di perhatikan sedalam itu di luar sana. Aku menarik nafas dengan pelan, mencoba mengumpulkan kepercayaanku untuk mengajaknya bicara.
            “Kiran..” ia tidak menengok
            “Kiran..” panggilku lagi, namun ia tetap tidak menengok
            “Kiran...!” aku sedikit berteriak sampai supirku ikut menengok dan tentu saja gadis yang aku panggil juga ikut menengok
            “hah? Kenapa danny? Manggilnya kenapa pake teriak sih”
            “Gue udah manggil lo berkali-kali tapi lo gak nengok-nengok, makanya jangan bengong” reflek aku mencubit pipi nya
            “duh iya iya. So, why?” ia menatapku, benar-benar menatapku.
            “udah deh gak jadi, lupain aja”
            “dih kamu aneh ah” Kiran kembali berpaling tak lagi menatapku.
***
            Mungkin aku benar-benar sudah gila, ini bukan aku, aku sadar ini bukan diriku. Saat aku mulai memikirkannya, mengenangnya, mengingat tawa, sedih dan sentuhannya, aku merasa aku sudah gila. Tak ada kemiripan dirinya dengan Sherly, tak sedikitpun. Ia terlalu aktif, terlalu berisik dan terlalu kekanakan untuk disamakan dengan Sherly, namun ia bisa membuatku seperti ini melebihi Sherly.
            “Nungguin Kiran?” aku menoleh untuk melihat siapa yang berbicara padaku
            “gue juga gak tahu, Cuma mau berdiri disini aja” jawabku santai, aku tak ingin membicarakan mengenai Kiran dan Sherly dengan Beni.
            “dia dateng sore, jadi lo gak usah nunggu dia kayak gini” Beni menepuk pundakku dua kali, lalu ia berbalik.
            “kenapa?” aku ikut berbalik dan bertanya saat Beni sudah beberapa langkah di depanku
            “Ya karena dia Cuma ada take sore sampe malem” Beni kembali berbalik menghadapku, ia menatapku dan entah karena tatapan itu atau karena jawabannya, aku kembali ingin bertanya.
            “Jam berapapun dia take, biasanya pagi-pagi dia udah duduk sambil main sama kru”
            “itu alasan pertama Dann, alasan keduanya ia sedang lunch bareng sama Ardit” aku diam beberapa detik, lalu kembali berbalik membelakangi Beni sambil bergumam sesuatu yang aku pun sebenarnya tidak mengerti apa maksudnya.
            Pikiranku melayang, aku tak bisa berkonsentrasi untuk menghafal naskah, sama sekali tak ada yang bisa aku kerjakan saat ini. Aku ingin melihatnya, ohh sungguh ini akan membuatku gila dan menjadi tidak profesional. Aku akan membunuhnya jika ia tidak datang sampai jam 4.
            “Kiran!” sontak aku menoleh kesumber suara, lalu aku menoleh ke arah lainnya. Ya, Kiran datang.
            “Selamat siang semuanya...” ucap Kiran sambil melambai kesiapapun yang ia lihat dan yang melihatnya.
            “Hallo Danny!” ia tepat berada di depanku. Ia menyapa dengan senyumnya yang sangat ceria, oh tentu saja, bukankah ia bertemu dengan Ardit.
            Aku menunggunya datang dan sebelum jam 4 pun ia sudah datang. Tapi mengapa aku masih sangat kesal. Aku senang ia sudah datang, namun melihat senyumnya yang pasti disebabkan oleh Ardit membuatku tetap kesal dan unmood.
            Aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan melewatinya. Tidak, aku tidak ingin membalas sapaannya. Mengetahui sebahagia itu saat bertemu dengan Ardit membuat kekesalanku hari ini bertambah 100 kali lipat. Bukankah ia seharusnya minta maaf karena datang terlambat? Oh tunggu, ia tidak terlambat.
            Tak ada yang memanggilku, Kiran tak memanggilku untuk berhenti. Ia hanya diam dan membiarkan aku pergi. Oh, mengapa hari ini dia menjadi begitu menyebalkan.
            “Lo gak manggil gue?” aku berbalik dan Kiran langsung melebarkan matanya
            “gue pergi gitu aja dan lo gak manggil gue?” aku melangkah mendekatinya.
            “lo denger gak sih gue lagi ngomong sama lo Kiran Amora Alexandra” bukannya menjawab, gadis ini justru tersenyum.
            “lo tuli atau gila? Udah gak jawab, senyum-senyum lagi”
            “kamu kangen sama aku?” DOOR! Satu kalimat nya membuatku gugup, siapa dia ini? Mengapa ia selalu bisa menebak pikiranku?
            Ia masih tersenyum dan aku masih bingung harus menjawab apa.
            “Lo kayaknya bener-bener gila deh” aku menempelkan tanganku di keningnya, mencoba untuk memastikan bahwa suhu badannya normal saat ini.
            “kamu beneran kangen aku ya? Tangan kamu keringetan Dann” sontak aku langsung menarik tanganku, oh bodoh bodoh bodoh.
            “maaf ya aku telat, ada urusan mendadak dan penting tadi”
            “urusan sama Ardit lo bilang penting?” tanyaku spontan dan aku mengutuk diriku sendiri atas pertanyaan yang baru saja aku ucap. Ini kesalahanku, oh GOD.
            “kamu cemburu?” Lagi! Ia kembali membuat semua yang aku ucapkan benar-benar menjadi kesalahan fatal.
            “enggak! Udahlah, gak penting juga” aku kembali duduk di tempatku semula.
            “aku gak jadi Lunch sama Ardit kok” senang? Ya aku sedikit bahagia ia tidak bertemu Ardit.
            “ini buat kamu, tadi aku ketemu Om aku, terus dia ngasih ini” aku mengambil kotak itu dan membukanya. Sebuah jam tangan, namun sepertinya ini jam couple.
            “yang satunya mana?” tanyaku setelah melihat isi di dalam kotak itu, ada slot untuk jam tangan wanitanya dan itu kosong.
            “buat aku dong, aku kasih kamu karena kamu tadi marah sama aku” Kiran tersenyum, aku sangat menyukai senyumannya, seakan ia juga membagi kebahagiaannya untukku.
            Aku memakai jam pemberiannya, lalu aku memandangi pergelangan tanganku untuk memastikan bahwa jam ini tepat berada disana.
            “sini coba tangan lo” aku memegang pergelangan tangan kiri Kiran dan menyandingkannya dengan pergelangan tangan kananku. Aku baru sadar ia sudah menggunakan jamnya sejak tadi.
            “kenapa?” kiran menatapku bingung. Aku ingin memastikan bahwa jam couple  ini cocok untukku dan Kiran. Mungkin akan sangat cocok saat kita bergandengan tangan. OMG! Apa yang gue pikirin tadi???
            “Dann?”
            “hmm, oh gak kenapa-kenapa” aku segera melepaskan tangan Kiran.

            Tanpa bicara apapun, Kiran langsung berjalan menjauhiku. Dulu, aku akan sangat kegirangan, tapi sekarang aku justru merasa kehilangan. Menyadari kiran pergi tanpa berbicara apapun, membuatku sedikit kecewa. Mungkin memang kesalahanku, entah yang dulu yang merupakan kesalahan atau mungkin sekarang.

1 komentar:


  1. Hanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :

    Bonus New Member 20%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 300.000,-
    * TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Di Berikan Di Depan
    * Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw

    Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 100.000,-
    * TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Diberikan Di Depan

    Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!

    hubungi kami di :
    BBM : e3a9c049
    LINE: icg88poker
    Whattsapp : 081360618788

    BalasHapus