Sorry
Sekitar dua minggu lagi proses shooting film akan benar-benar selesai.
Beberapa bulan bersama Kiran membuatku tak terpuruk lagi. Tapi ia tetaplah
Kiran dan aku tetaplah Danny. Kiran yang membenci Sherly dan mencintai Ardit.
Aku yang membenci Ardit dan mencintai Sherly. Ini bukan kesalahannya, kasusku
dan Kiran berbeda. Namun, ada yang aneh disini, di hatiku. Aku merasa alasanku
membenci Ardit menjadi berubah, aku takut untuk menyadarinya, aku selalu
berusaha mengelak saat tiba-tiba aku mulai memikirkan tentang hal itu.
“Hallo” sapaku setelah aku mendengar
ponselku berdering dan aku langsung menjawab.
“Dann, lo dimana?” aku dapat
mengenali suara Sarah dengan baik.
“Di studio baru beres pemotretan,
kenapa?” aku seraya membereskan beberapa barangku yang berserakan di meja rias
lalu memasukannya ke dalam tas kecilku.
“duh, lo gak sama Kiran?” sontak aku
mengabaikan pekerjaanku sebelumnya, mendengar nama Kiran saja bisa langsung
menghentikanku dari segala kegiatan.
“enggak, emang kenapa Sar? Telpon
aja sih” jawabku mencoba untuk santai walau di dalam hatiku ingin berteriak
‘ADA APA DENGAN KIRAN? DIA KENAPA? DIA GAPAPA KAN’ but, ya aku harus menjaga image
ku yang cool.
“kalo gue bisa telpon dia juga gue
gak akan nelpon lo Dann”
“So?” tanyaku lebih lanjut
“gue di rumahnya tapi si bibi bilang
Kiran belum pulang dari semalem. Telponnya gak di jawab-jawab” mendengar
jawaban Sarah, aku langsung bergegas memasukan semua barangku dan berlari
menuju mobil.
“kirimin gue nomornya” aku langsung
mematikan panggilan itu. Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat, pikiranku
hanya tertuju pada Kiran. Kemana
sebenarnya gadis berisik ini sih. Aku masuk ke dalam mobil dan melemparkan
tasku ke jok belakang. Aku tak tahu harus kemana, tapi aku juga tidak bisa
hanya diam saja. Ini Indonesia, apapun bisa terjadi pada Kiran. Bisa saja ia di
rampok dan tidak tahu jalan pulang, atau dia kecelakaan atau lebih buruknya
lagi dia di rampok lalu di perkosa dan setelah itu dibunuh dan dimutilasi. Oh God!
Aku melirik ponselku yang sebelumnya
ku taruh di atas dashboard mobil. Ada
sebuah pesan disana, ya tentu saja itu adalah pesan dari sarah yang berisi nomor
ponsel Kiran. Aku langsung menekan nomor itu dan menelponnya.
Satu..dua..tiga.. sekitar 30 detik
aku mencoba menelponnya namun tak ada jawaban. Aku mencoba lagi dan lagi, namun
tak pernah ada jawaban. Aku akhirnya memarkir mobilku dipinggir jalan, mencoba
berpikir kemana gadis ini akan pergi. AHHH!!
Sarah dan Beni yang sudah mengenal Kiran saja tidak tahu, apa lagi aku.
Aku berpikir, apa yang harus aku
lakukan. Lalu aku teringat seorang temanku, ia bisa mengetahui dimana seseorang
berada dengan nomor ponselnya. Segera aku mengirim pesan pada temanku beserta
nomor Kiran.
Aku menunggu lagi, hampir sepuluh
menit aku menunggu, ada sebuah pesan masuk. Aku membaca dan terdapat tulisan
‘RS Karya Bhakti’. Aku berpikir sejenak, tak ingin berpikir negatif aku mencoba
mengingat dahulu, dimana letak rumah sakit itu.
***
Aku berlari menuju sebuah kamar
rawat. Setelah sampai di depan kamar tersebut, aku menarik nafas perlahan dan
menghembuskannya, ku pegang gagang pintu dan memutarnya perlahan.
Aku melihat sosok yang aku cari
sejak lebih dari dua jam yang lalu. Ia tertidur di atas kasur VIP rumah sakit
dengan sebuah infus di pergelangan tangannya. Aku mendekatinya perlahan, sebisa
mungkin tak menimbulkan suara agar gadis ini tidak terbangun. Tapi,
“Dann..” sontak tubuhku menegang
mendengar suara dari bibir gadis yang terbaring itu. Ku percepat langkahku
mendekatinya.
“kok kamu bisa disini?” Kiran
mengerjapkan matanya beberapakali.
“lo kenapa?” aku hanya bisa
menanyakan itu, ini pertama kalinya aku melihat Kiran terbaring di rumah sakit.
“gak kenapa-kenapa kok. Kamu ngapain
disini? Kok kamu tahu aku disini?”
“Tiduran aja” ucapku saat Kiran
berusaha untuk duduk.
“santai aja Dann, aku gapapa. Kamu
belum jawab pertanyaanku” ia tetap
berusaha untuk duduk dan mau tidak mau aku pun membantunya
“lo sakit?” tanyaku lagi
“Dann, aku gapapa.” Aku reflek
memegang keningnya. Ya, tubuhnya tidak demam.
“aku gapapa kan? Jadi, jawab dong
pertanyaanku” Kiran memandangku
“Sarah nelpon gue, nanyain lo.” Aku
berhenti sejenak dan Kiran masih memandangiku dengan tatapan menuntut.
“gue bantuin dia nyariin lo” Kiran masih butuh
penjelasan
“ya dengan kecerdasan gue, gue nemuin lo disini”
Kiran mengalihkan pandangannya ke meja di samping
nya. Ia mengambil tas kecil yang kemungkinan besar itu adalah tasnya. Ia
membuka tas itu dan mengeluarkan ponselnya.
“jadi ini nomor kamu? Aku save ya..” ia berkata
seperti itu dengan tersenyum. Tapi aneh, aku tak menangkap kebahagiaan di
senyumnya.
“lo...hm” belum sempat aku menanyakan hal lainnya,
kiran menutup bibirku dengan jari telunjuknya.
“Aku gapapa Dann. Kalo Sarah atau Beni nanya, bilang
aja aku main ke bogor terus aku kena maag, oke?” ia menghadap ke arahku sambil
membentuk simbol ok dengan tangan kirinya.
Aku tak menjawab, aku takut terjadi sesuatu pada
gadis ini, melihatnya seperti ini membuatku kembali mengenang Sherly yang dulu.
Sherly yang dirawat berhari-hari di rumah sakit dan akhirnya pergi untuk
selamanya.
***
Aku berada disini bersama Kiran. Setelah keluar dar
rumah sakit sekitar satu jam yang lalu, Kiran mengajakku kesini, ya Kebun Raya
Bogor.
“kamu baru pertama kali kesini ya?” tanya Kiran
setelah kami membeli tiket masuk dan menuruni tangga.
“hmm” jawabku singkat.
Tak ada pertanyaan lagi dari Kiran, tak ada suara
kiran untuk beberapa saat.
“Dann, tau gak?” Kiran menghadap ke arahku saat kami
berada di atas dari sebuah danau kecil.
“gak”
“kata orang kalo cewe sama cowo yang lagi pacaran
terus pergi kesini, mereka gak lama bakalan putus loh” cerita klasik yang di
ceritakan Kiran. Namun bukan itu yang menarik perhatianku, tadi Kiran tersenyum
dan aku baru merasakan kebahagiaan itu lagi dari senyumannya.
“terus, kalo gak pacaran?”
“ya mereka bakal pacaran lah” jawab Kiran dengan
nada yang riang
“terus kita?” kiran berhenti berjalan dan merasa
kikuk, itu terlihat dari gerak tubuh Kiran dan itu membuatku ingin tersenyum.
“oh, ah itu kan mitos. Gak mungkin lah, mitos itu
mitos” Kiran berpaling dan berjalan agak cepat sehingga ia sudah berada di
depanku bebera langkah.
Aku menyukai ekspresi Kiran yang tadi, aku menyukai
ia menjadi salah tingkah dan malu. Ia menjadi Kiran yang kembali ceria lagi.
***
“Kiran..” aku memanggilnya yang sedang duduk di
sebuah sisi kolam. Kolam ini terlihat dari jalanan yang berada di atas, aku
lupa jalan apa, namun aku bisa pastikan bahwa ini terlihat dari sana.
“yaa?” kiran menengok
“Ardit gak lo kasih tau kalo lo disini?” tanyaku,
sungguh perlu keberanian untuk mengatakan itu.
“nanti aku telpon kalo udah di Jakarta, dia pasti
khawatir”
“lo masih kecintaan sama dia ya?” tanyaku dengan
nada sedikit tinggi.
Kiran diam, tak ada jawaban darinya. Aku tidak ingin
menyimpulkan sendiri, namun dengan sikapnya yang seperti ini mau tidak mau
otakku dengan sendirinya menyimpulkan bahwa jawaban Kiran adalah Ya.
“kamu gak ke makam Sherly? Aku mau nitip sesuatu”
pikiranku yang tadi sekejap langsung hilang.
“apa?”
Kiran merogoh tasnya, ia mencari sesuatu.
“kemarin aku kesana, tapi aku enggak sanggup buat
nemuin Sherly lagi, jadi aku titipin kamu aja ya Dann” ia memberikan sebuah
cincin.
“ini punya Sherly? Kenapa bisa ada di lo?” tanyaku
heran. Bukankah Kiran tak pernah mengenal Sherly secara khusus.
“Ya bisa dibilang begitu, dulu Ardit ngajak aku beli
cincin itu, aku kira cincin itu buat aku soalnya Ardit nyuruh aku milih dan
ngepasin di jari aku, tapi cincinnya kebawa sama aku dulu, aku mau balikin ke
orang yang seharusnya punya cincin itu Dann”
Aku mendengarkan dengan seksama, Kiran bercerita
dengan tersenyum, tapi aku kembali dapat merasakan bahwa Kiran menahan sesuatu.
Aku menatapnya lalu melihat cincin yang sudah berada di tanganku.
“lo kenapa sih ? lo bisa simpen ini kan? Atau kasih
aja ke Ardit, kenapa harus kasih ke Sherly ? lo tau kan Sherly dah meninggal
dan gak akan bisa make cincinnya juga. Gue juga gak akan ngizinin dia make
cincin ini kalo dia masih hidup Kiran.” Kiran berdiri
“Sorry Dann” ia berjalan pergi, sepertinya ia menuju
pintu keluar.
“Kiran..” aku sedikit berlari lalu menggenggam
pergelangan tangannya dan menariknya untuk mengahadapku.
“bisa gak sih lo gak nyakitin diri lo sendiri? Lo
gak bisa ngebenci Sherly kayak gini, gak adil Kiran!” kalimat itu meluncur
begitu saja dari mulutku
“Dann, pernah gak sih kamu ngeliat dari sisi aku?”
di menatapku, dan tatapan itu membuat hatiku sakit. Tidak, aku tidak bermaksud
menyakitinya, bukan ini maksudku.
“aku Cuma minta tolong Dann, kalo kamu gak bisa ya
gapapa, mana?” ia menjulurkan telapak tangannya yang terbuka.
“Gue anterin lo pulang, udah sore” aku memasukan
cincin di dalam saku celanaku dan menggandeng tangan Kiran.
Tangan Kiran dingin, aku bisa merasakannya. Ia hanya
diam dan mengikuti berjalan menuju pintu keluar. Tak ada suara Kiran sama
sekali, aku mengutuk diriku sendiri yang bicara tanpa berpikir terlebih dahulu.
Membuat Kiran seperti ini adalah hukuman untukku, aku tak tau harus bagaimana,
aku ingin Kiran kembali ceria.
***
Aku menghentiakn mobilku di depan rumah Kiran. Sudah
terparkir dua mobil disana. Ya, tanpa bertanya aku sudah tahu siapa saja
pemilik mobil-mobil itu.
Aku baru saja ingin membukakan pintu mobil untuk
Kiran, namun ia sudah keluar dengan sendirinya. Ia melihat ke arahku, ia
tersenyum mungkin memaksa untuk tersenyum tepatnya.
“makasih ya Danny” perlahan ia berbalik
“Kiran...” lagi, aku menahannya lagi.
“Aku....” tiba-tiba ada seseorang yang menarik Kiran
sehingga aku langsung reflek melepaskannya. Ardit.
“Lo bisa kan ngehubungin gue kalo udah ketemu
Kiran!” Ardit menatapku tajam, aku tahu ia pasti berpikir bahwa aku sengaja tidak
memberitahunya.
“heu, Lo pengen ngerebut Kiran dari gue?!!” ucapnya
lagi
“dit..” Kiran mencoba mengehentikan Ardit
“kamu masuk duluan yak, aku dah beliin makanan buat
kamu di dalem” Ardit membelai pipi Kiran dan dengan cepat mengecup keningnya. GOD! Sial!
“Lo tanya aja sama Kiran, udah untung gue bawa dia
pulang!” aku langsung masuk mobil dan pulang.
“siapa dia pikir? Hah! Mau ngasih tau gue kalo Kiran
punya dia? Mau ngasih tahu gue kalo dia sama Kiran semesra itu?!! SHIT!”
Aku melaju dengan sangat cepat, aku tak peduli
dengan apapun sekarang. Ardit membuatku benar-benar emosi.
***
Aku menunggunya, lagi. Sejak hari itu aku hanya
mendapat sebuah Line dari Kiran. Ia menulis bahwa ia minta maaf untuk semuanya.
Dia akan meminta maaf secara formal hari ini, dan aku hanya menjawab ‘okay’
untuk semua kata maafnya di Line. Inilah salahku lagi, seharusnya aku menjawab
dengan sebuah kalimat lain yang bisa ia balas lagi, aku tidak bisa tidur karena
kebodohanku itu.
“Dann..” suaranya, akhirnya.
“oh udah sampe” Danny,
bodohnya elo!
“ahh iyah.. ini” ia memberikan sebuah kotak hadih
kecil yang diikat dengan pita berwarna merah.
“buat apa? Gue gak lagi ulang tahun Kiran”
“buat minta maaf, aku salah kemarin, maaf ya.
Mungkin lagi sensitif jadi emosi gak terkendali. Ini..” aku mengambil
hadiahnya. Tanpa menjawab, aku langsung membuat kotak itu. Tidak terlalu sulit
untuk dibuka, kotaknya juga ringan.
“ini buat gue?” ia memberiku satu kotak vitamin.
“iyah.. aku denger dari mbak sofi, kamu orangnya
sibuk banget dan gak pernah sempet minum vitamin.”
“Kiran... gue yang salah. Gue terlalu nyalahin lo,
bener kata lo, harusnya gue gak gitu. Sorry ya.. and thanks buat vitaminnya.
Gue pasti minum” saat itu aku melihat Kiran kembali tersenyum.
“eh tunggu, ada yang mau gue tanyain sama lo”
lanjutku
“apa?” Kiran yang sebelumnya sudah membelakangiku
akhirnya berbalik dan kembali menatapku.
“lo sama ardit pacaran?” oh No! Aku mengatakannya!
Kiran menatapku bingung, ekspresi wajahnya seolah
meminta penjelasan dari pertanyaanku. Oh Tuhan, apa yang harus aku jawab.
“engga” satu kata, satu kata dari bibir Kiran
membuat oksigen yang sebelumnya tak dapat masuk ke paru-paru ku, akhirnya
kembali menemukan jalannya.
“ohh bagus deh” aku segera berbalik, detak jantungku
masih belum normal akibat kebodohanku tadi
“Dann” Kiran memegang pergelangan tanganku, sontak
aku berbalik dan kembali menatapnya.
“kenapa nanya gitu? Kamu cemburu?” ya Tuhan. Tatapan
yang menuntut dari matanya membuatku kehilangan semua kata-kata sinisku. Ya Kiran! Gue Cemburu! Cemburu banget! Jadi
Please, Don’t do it again! Itu yang harusnya aku ucapkan, tapi..
“engga, aneh aja si Ardit berani nyium lo padahal
kalian gak pacaran” percayalah bahwa nada suaraku benar-benar terlihat santai,
aku ini aktor, hal seperti ini bisa dengan mudah aku tangani.
“Cuma di kening”
“Cumaaa????!!” aku reflek berteriak. Aku benar-benar
bodoh.
“udah ya, gue bentar lagi take” aku segera berjalan dengan cepat,
Kenapa bibir
ini tidak bisa di kontrol! Bodoh bodoh bodoh,
“Dann...” Aku berhenti berjalan saat
Kiran kembali memanggilku. Mendengar suara itu menyebut namaku, sudah seperti
perintah bagiku bahwa aku harus patuh pada suara itu. Mungkin otakku ini
benar-benar sudah berpindah ke betis.
“Ya?” aku berbalik
“diminum ya vitaminnya..” ia
tersenyum, sudah ku katakan sebelumnya bukan, suaranya adalah perintah bagiku,
jadi tanpa berpikir panjang aku sudah mengangguk dan tersenyum.

BalasHapusHanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :
Bonus New Member 20%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 300.000,-
* TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Di Berikan Di Depan
* Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw
Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 100.000,-
* TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Diberikan Di Depan
Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!
hubungi kami di :
BBM : e3a9c049
LINE: icg88poker
Whattsapp : 081360618788