My Mistakes
Kiran duduk di ujung tempat tidurnya
sambil menangis, sejak ia dibopoh oleh Ardit tadi, ia terus menangis dan entah
mengapa aku merasa tidak nyaman mendengar tangisnya di tambah lagi airmatanya
sudah membasahi wajahnya.
“Dit... sakit” Kiran meremas seprai.
“apa sih kamu lihat pas jalan? Kamu emang
harus selalu berada disamping aku” ucap Ardit seraya membersihkan luka di kaki Kiran.
Mendengar Kiran mengucapkan kata
sakit, aku merasa itu bukan karena luka di kakinya, ia seharusnya berteriak
kesakitan saat ia menginjak pecahan kaca tadi namun ia hanya diam dan terus
berjalan.
Aku merasa Kiran sedang
menyembunyikan sesuatu, entah dari Ardit atau bahkan dariku. Aku rasa ada yang
membuatnya menangis, bukan tentang luka di kakinya namun tentang hal lain yang
aku juga tidak tahu apa itu.
“Ardit...” aku sentak terbangun dari
pemikiran-pemikiranku tadi saat aku mendengar suara Kiran. Dan saat aku
tersadar, Kiran sudah berada dalam pelukan Ardit.
“sakit Dit...”
“it’s okay, sebentar lagi pasti akan
hilang sakitnya” Ardit membelai rambut Kiran.
Perlahan aku melangkah keluar kamar,
aku tak ingin melihat adegan-adegan seperti itu. Aku merasa bodoh karena tadi
membiarkan Ardit mengambil Kiran dari sisiku, seharusnya aku mempertahankan Kiran
denganku. Melihat semua adegan mesra Kiran dan Ardit membuatku ingin berlari
dan memukul lelaki itu.
***
“sebaiknya Lo ngejauhin Kiran” Ardit
sudah berada di sisiku saat ini, tadi ia mengirim pesan padaku untuk menemuinya
di pantai.
“kenapa?”
“karena dia adalah milik Gue”
“Kiran enggak pernah bilang kalo dia
itu punya Lo” aku menoleh untuk menatap Ardit, ku masukan tanganku pada kedua
saku.
“tapi Lo pasti tahu kalo Kiran itu
cinta sama Gue”
Aku terdiam saat Ardit meluncurkan
kata-katanya barusan, aku menatapnya tak percaya, ia berani menggunakan alasan
itu. Alasan yang seharusnya membuat ia merasa bersalah justru ia gunakan untuk
mempertahankan Kiran. Itu berarti Ardit sadar bahwa Kiran sangat mencintainya
dulu.
“Kalo gitu, kenapa dulu lo nyampakin
dia? Lo gak peduli sama dia kan? Kenapa gak dari dulu lo terima dia dan malah
ngejar-ngejar Sherly? Lo egois!”
“Gue bukan egois, Gue Cuma gak mau
apa yang seharusnya jadi milik gue direbut lagi sama Lo” Ardit membulatkan
matanya, saat ini dia sudah menatapku dengan tatapan tajam seolah ia ingin
mengintimidasiku.
“Gue gak pernah ngerebut siapapun
dari Lo!!”
“Lo ngerebut Sherly dari Gue! Lo
lupa?? Hah!”
Aku menarik nafasku agar tidak
terbawa emosi, mungkin sebentar lagi Ardit akan memukulku.
“Sherly enggak cinta sama Lo”
“dia bakal cinta sama Gue kalo aja
Lo gak dateng di kehidupannya!!!” dengan gerakan cepat Ardit sudah memegang
kerah bajuku dan tangan kanannya sudah mengepal siap untuk meninjuku.
“Dit.” sontak aku menoleh dengan
cepat, suara Kiran sudah sangat familiar di telingaku.
“apa yang sedang kalian lakukan?”
“Kiran. kenapa keluar? Luka kamu
belum sembuh” Ardit dengan cepat melepaskan cengkraman tangannya dari kerah
bajuku dan langsung mendekat ke Kiran.
“enggak kok, aku udah lebih baik.”
Ohh tidak, Kiran kembali tersenyum. Untuk beberapa saat hari ini, aku tidak
pernah melihat ia tersenyum. Ia seperti Kiran yang tidak ku kenal.
“oke oke, ayoo.” Ardit dengan
cekatan memegang pundak Kiran dan menuntunnya kembali ke resort.
Seharusnya
aku mengatakan sesuatu, seharusnya aku menanyakan keadaannya, seharusnya tak
kubiarkan Ardit menuntunnya dan aku yang mengantarnya kembali. Seharusnya sejak
awal, tak kubiarkan Kiran berada di dekat Ardit karena itu membuat Kiran
menjadi jauh dan semakin jauh dariku.
***
Aku berdiri tepat di depan pintu
kamar Kiran, proses Shooting berjalan
lancar beberapa hari ini, namun Kiran tidak banyak bicara padaku, ia seolah
menjauhiku dan aku tidak suka menyadarinya. Aku menginginkan Kiran yang dulu, Kiran
yang pertama kali ku kenal tanpa mengetahui hubungannya dengan Ardit, Beni, Sarah
bahkan tanpa mengetahui kebenciannya terhadap Sherly.
“Danny...”
Aku kaget mendapati Kiran sudah
berada di depanku, entah sejak kapan ia telah membuka pintu kamarnya, aku
bahkan belum mengetuknya satu kali pun.
“kenapa berdiri depan pintu? Masuk
yuk”
Aku tak menjawab pertanyaannya, aku
hanya terus berjalan memasuki kamarnya lalu menutup pintu.
Tak ada suara apapun lagi, Kiran tak
lagi menanyaiku apapun, ia justru berjalan menuju dapur kecil di kamarnya,
mungkin untuk mengambilkan ku segelas air.
Aku mengikutinya, kakinya tak lagi
pincang itu berarti lukanya sudah membaik. Aku hanya berdiri di belakang Kiran
seraya memperhatikannya mengambil gelas dan membuatkanku sebuah cappucino. Melihat
Kiran dari belakang, memperhatikan punggung dan tangannya bergerak, aku ingin
sekali memeluknya, aku ingin membelai rambutnya.
“Kiran..” aku memutuskan untuk menegurnya yang masih sibuk menuangkan air
panas ke dalam cangkir yang sudah terisi bubuk cappucino.
“hmm” Kiran tak menengok, ia terus
sibuk dengan kegiataannya.
“Sorry..” aku tak tahu mengapa aku
meminta maaf padanya, namun kalimat itu meluncur begitu saja tanpa aku pikirkan
sebelumnya.
“maaf untuk apa ? apa kamu melakukan
kesalahan sama aku?” Kiran tetap tak berbalik, ia sibuk mengaduk cangkir yang
sudah terisi air panas dan bubuk cappucino.
“Kiran..” aku memegang tangan
kanannya yang sedang mangaduk, ku pegang bahunya dan memutar tubuhnya agar
menghadapku.
“Gue gak tahu apa salah Gue, tapi Gue
minta maaf kalo aja Gue punya salah sama Lo. Lo berubah Kiran, Lo ngejauhin Gue”
ku pegang bahunya dengan kedua tanganku agar ia dapat menatapku.
“Danny... kamu enggak punya salah
apapun, kenapa harus minta maaf? Lagi pula, apa maksud kamu, aku berubah ? aku
sama aja” Kiran memegang kedua tanganku yang ada di bahunya dan perlahan ia
melepaskan tanganku agar tak berada disana.
“ayo kita minum cappucino.. ini buat
kamu” Kiran memberiku satu gelas lalu ia berjalan mendahuluiku menuju sofa yang
terletak tidak jauh dari tempat tidurnya.
Aku berjalan mengikutinya dari
belakang, ia duduk seraya menyesap cappucino miliknya. Perlahan ia tersenyum
dan aku bersumpah bahwa senyum itu yang sangat aku rindukan beberapa hari ini.
“kamu tahu, aku sangat menyukai
cappucino. Saat aku meminumnya, saat itu pula aku merasa beban di pundakku berkurang,
saat itu juga aku bisa meninggalkan hal-hal yang memenuhi pikiranku dan aku
dapat bernafas lebih lega dari sebelumnya” ia tetap tersenyum menatapku, aku
tak mengerti apa maksudnya mengatakan semua hal itu.
“kamu enggak mau duduk?”
“ohh ya.” Aku perlahan duduk
disampingnya, ku minum sedikit cappucinoku dan berusaha lagi melihat ke arah Kiran.
Gadis ini terus membuatku bertanya,
apa yang sedang ia pikirkan? Apa yang ia rasakan? Dan apa yang sebenarnya ia
inginkan? .
“nanti sore kamu duduk disebelahku
kan?” setelah melewati waktu diam selama tiga menit, Kiran akhirnya melihat ke
arahku dengan senyumnya lagi.
“hmm? Gue?”
“Ya.. saat perjalanan kemari kamu
ada disampingku dan aku merasa lebih nyaman. Jadi, aku harap kamu enggak
keberatan duduk bersebelahan denganku”
Aku mendengar nada bicara Kiran yang
kembali ceria, ia kembali melihatku sambil tersenyum, ia kembali menjadi Kiran
yang ku kenal sebelumnya.
“Ya.. tentu”
***
“Ardit...” Kiran berlari ke arah Ardit
dan dalam hitungan detik, Kiran sudah berada dalam pelukan pria itu.
Aku ingin sekali berlari dan menarik
Kiran dari sana, tapi untuk apa? Siapa Kiran untukku? Dan siapa aku untuk Kiran?
“aku baru saja tiba tapi kamu udah mau
pergi” Ardit merenggangkan pelukannya dan Kiran pun melepaskan rangkulan
tangannya pada leher Ardit.
“kita bisa ketemu lagi di Jakarta
kan. Kamu selesaiin pekerjaanmu dulu... see you Dit” Tanpa mendengar jawaban Ardit, Kiran kembali
berlari ke arahku dan tersenyum.
“Ayo..” Kiran menggandeng tanganku
dan berjalan dengan cepat. Aku hanya bisa mengikuti langkahnya yang cepat,
seakan tubuhku yang di tarik oleh tubuh mungilnya, aku hanya mengikutinya, tak
ingin mengelak dan tak ingin menghentikannya.
Tanpa sadar Ardit sudah menatapku
dengan tatapan yang tajam. Ardit memang orang yang dicintai Kiran, tapi Ardit
juga orang yang ditinggalkan Kiran hanya untuk menggandeng tanganku. Walau
karena kebetulan, tapi aku yakin bahwa ini merupakan rencana Tuhan.
***
Saat ini Kiran berada di sampingku,
menunggu yang lain di Bandara Ngurah rai Bali. Aku memperhatikannya hanya
menengok kanan kiri, ia melihat keadaan sekitar yang cukup ramai.
“kenapa ya orang-orang suka banget
ke Bali?” tanyanya
“mungkin Bali salah satu pulau
terindah di Indonesia, di luar negeri juga Bali kan terkenal” jawabku
“iya sih, aku pengen deh kayak
mereka yang bisa suka sama pantai”
Aku diam, tidak tahu harus
menanggapai apa dengan perkataan Kiran barusan. Aku tak ingin membuatnya tidak
nyaman, tidak sama sekali.
“Danny!!” aku menoleh ke sumber
suara yang memanggilku. Aku melihat Beni melambai seolah menyuruhku mendekat.
“sebentar. Gue kebelakang dulu ya”
Kiran hanya mengangguk lalu tersenyum
Aku berjalan mendekati Beni. Tidak
biasanya Beni memanggilku saja, biasanya ia juga memanggil Kiran.
“kenapa Ben?” tanyaku to the point
“Lo suka sama Kiran?”
“Hah? Maksud lo apa?” tanyaku lagi
“Gue tanya Danny, Lo suka sama
Kiran? Tinggal jawab iya atau enggak”
“kenapa sih Lo tiba-tiba nanya
ginian, lo tau lah gue Cuma suka sama Sherly” jawabku sedikit kesal
“Sherly udah meninggal Dan”
“So? Ada masalah dengan itu?” aku
menatap Beni tajam
“gak masalah lo masih mempertahankan
perasaan lo sama Sherly, yang salah kalo lo suka sama Kiran”
“Hah?”
“Gue gak mau Kiran terluka lagi
Dann, udah cukup gue ngeliat Kiran disakitin sama Ardit. Gue gak mau lo
nyakitin dia nantinya”
“Nyakitin gimana sih Ben? Gue
bingung ya tiba-tiba lo ngomong kayak gini ke gue”
“Dann, kalo lo suka sama Kiran itu
sebenernya bagus ajah, jadi ada yang ngehalangin Ardit buat deket sama Kiran,
Gue gak suka sama dia. Tapi kalo lo suka sama Kiran dan lo masih sangat
mencintai Sherly, Gue rasa Lo harus ngejauhin Kiran Dann”
“Duh! Gue gak ngerti ya Ben.
Siapapun itu berhak buat suka sama siapa ajah, gue gak bisa bilang kalo gue gak
akan suka sama Kiran, karena gue gak tau masa depan Ben. Tapi, masalah Ardit
biar Gue yang ngurus, mungkin Lo agak gak enak kalo nyuruh Ardit jauhin Kiran,
tapi Gue punya alasan yang kuat buat nyuruh dia Gak lagi deketin Kiran”
Beni menepuk bahuku, lalu tersenyum.
“Please, jagain dia Dann, Gue sayang banget sama dia”
“trust me.” Aku menepuk balik pundak
Beni.
***
Aku berjalan perlahan mendekati
Kiran yang masih duduk sendiri dan sedang sibuk dengan ponselnya. Rambutnya
terurai, angin kecil membuat rambut itu sedikit berantakan, namun apapun
keadaannya, Kiran masih saja terlihat begitu mempesona, ia mungkin sumber
kebisinganku, tapi ia juga yang perlahan merubah hidupku.
“cewe.. lagi ngapain?” aku langsung
duduk disampingnya dan melihat tepat ke arah ponselnya.
“Ihh. Danny.. kirain om om genit” Kiran
memang terlihat sedikit kaget, wajahnya sedikit cemberut namun itu tak
membuatku mengalihkan pandangan dari ponselnya. Disana jelas terlihat bahwa
Kiran sedang mengirim pesan melalui line dengan Ardit.
“Kenapa Dann?” sentak aku
mengedipkan mata mendengar suara Kiran.
“hmm enggak. Itu.. Lo line-an sama
Ardit?” tanyaku
“ohh iya nih, tapi Ardit aneh” Kiran
sedikit memiringkan kepalanya sambil menatap layar ponselnya.
“aneh gimana?” aku ingin tahu, ya
ingin tahu.
“aneh.. masa Ardit suruh aku jangan
duduk samping kamu dan jangan deket-deket kamu” Kiran menoleh ke arahku, tak
ada yang aneh dari tatapan Kiran, masih sama seperti tadi.
“terus? Lo mau gitu?” aku penasaran,
sangat penasaran dengan jawabannya.
Kiran menatapku lalu kembali menatap
layar ponselnya.
“Aku masih tanyain kenapa dulu ke
Ardit, tapi belum di bales nih”
“harus banget ditanya dulu kenapa?
Emang kalo misalnya tuh Ardit jawab Lo bakal ngejauhin Gue gitu?” tanyaku lagi.
Ardit benar-benar mengajak perang.
“hmm, tergantung. Siapa tahu Ardit
tahu kalo kamu ini penjahat, perampok, pemerkosa, psyco, atau bahkan kamu itu
narapidana kasus mutilasi”
“sialaannnnnnnn!!!!!” tanpa pikir
panjang aku langsung memegang kedua sisi pipinya dan langsung mencubitnya.
Posisi ini membuat wajahnya terlihat sangat lucu.
“aduuhhh sakittt Dann....” Kiran
membuka matanya dan saat itu juga aku baru sadar bahwa jarak kami sangat dekat.
Dengan reflek aku melepaskan cubitan di pipinya.
“Aduhhh.. jahat ih jahat.. aku
bilangin Kak Beni nanti!”
“haha Lo lucu.”
“what? Kamu bilang apa tadi Daan?”
seketika wajah Kiran sudah menampilkan wajah kepedeannya.
“apa? Gue bilang apa?” aku pura-pura
lupa, ia bisa sangat besar kepala nantinya.
“ihh yang tadi”
“yang tadi apa?”
“ihh tadi tuh kamu bilang aku lucu
yaa?” ia tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya.
“dih ngaco Lo ah, udah yuk” aku
langsung berdiri dan menggandeng tangan Kiran. Mungkin dulu aku tak akan mau
duduk disampingnya, tak akan mau berbicara terlalu lama dengannya, tak akan mau
bertanya padanya, bahkan hal yang aku lakukan saat ini tidak pernah aku
bayangkan sebelumnya. Menggandeng tangannya, ini adalah hal yang bisa aku
lakukan.
Kiran terus bertanya tentang
ucapanku tadi, sampai kami duduk di pesawat ia tetap saja bertanya. Ia seolah
ingin memaksaku mengatakannya lagi dan mungkin saja ia merekamnya lalu
ditunjukan keseluruh orang yang ada di pesawat.
“kamu ngebetein ah! Tinggal ulangi
aja gak mau” Kiran cemberut, ia melipat tangannya tepat di atas perutnya. Ia
menoleh ke jendela seolah marah dan tak ingin berbicara denganku.
“Gue ulangi, tapi Lo harus janji
satu hal sama Gue” Kiran langsung menoleh ke arahku dengan senyum yang ceria.
“oke oke, janji apa?” ia menatapku
dengan senyumannya, senyuman khas Kiran yang dulu sangat aku benci dan sekarang
justru sangat aku sukai.
“apapun yang Ardit suruh tadi dan
mungkin nanti, jangan pernah Lo turutin. Yang temenan sama Gue itu lo, yang
tahu Gue juga Lo, bukan Ardit.”
“hmmm? Itu...ahh.. oke oke. Aku
emang gak akan ngelakuin yang Ardit suruh tadi kok hehe. Ayo ulangi kalimat
yang tadi di bandara.. ayo ayo..” Kiran mungkin seumuran dengan Sherly, tapi
tingkahnya benar-benar seperti anak SMA.
Aku mendekatkan wajahku padanya,
mendekatkan bibirku ketelinganya. “kamu lucu Kiran” dan seketika aku langsung
menarik tubuhkan seraya menggenggam tangan kanan Kiran lalu memejamkan mata.
Tak ada suara Kiran setelah itu, tidak ada.
***
“Danny, udah sampe nih. Bangun dong”
aku mendengar suara Kiran yang sejak tadi berusaha membangunkanku.
“Danny, nanti Kak Beni ninggalin
aku. Ayo bangun” lagi, aku suka menjaili gadis ini.
“Danny, kamu boleh gak bangun tapi
lepasin tangan aku dong” ia menggoyang-goyangkan tangan kananya.
“Danny, aku cubiit nihhhhh!”
“Auuww!!!! Sakit Kiran!” aku sontak
membuka mataku dan berteriak, ia mencubit pipiku.
“habis kamu gak bangun-bangun”
“Gue tidur aja gak, ngapain gue
bangun?”
“ihh tau ah! Aku ditinggalin Kak
Beni nih” Kiran berdiri dan berusaha keluar.
“biar gue aja yang anterin. Ayoo”
aku berdiri dan kembali menggenggam tangannya.
Aku gila, aku benar-benar sudah
gila. Gadis ini membuatku kembali hidup, kembali tersenyum dan tertawa. mungkin
Tuhan menghadirkan dia untuk menggantikan Sherly, tapi mengingat Sherly, ia
tidak akan pernah terganti oleh siapapun, ia gadis pertama yang aku cintai dan
gadis pertama yang sangat mencintaiku.
“Danny” aku menoleh mendengar Kiran
memanggilku.
“kenapa?”
“aku kayaknya pulang sendiri aja
deh” tatapannya berubah, sangat berubah.
“Gue kan dijemput supir Gue, udah
deh biar Gue anter ajah” aku kembali menggandeng tangannya setelah mengambil
koperku.
“aku gak enak Dann”
“kasih ajah kucing kalo gak enak.”
Jawabku agak sinis.
“Danny.. kamu kan gak suka sama
aku.”
Sontak aku langsung berbalik dan
menghadapnya. “harus banget gue suka sama lo? Mikir dong Kiran, kalo gue gak
suka sama lo mana mungkin gue mau duduk di samping lo? Mana mungkin gue ngajak
lo ngobrol? Mana mungkin gue berniat sangat baik dengan mau nganter lo? Bisa
mikir kan nona Kiran?” jawabku agak ketus, sungguh aku tidak berniat begitu,
namun mendengar ucapannya tadi sedikit membuatku emosi.
“okay, I’m sorry...” Kiran sedikit
kaget mendengar perkataan ketusku tadi, ia meminta maaf dengan sedikit
tersenyum dan itu justru membuatku merasa sangat bersalah.
“ah.. gue yang minta maaf. Gak
maksud gitu. Udah yuk, mungkin gue sama lo Cuma lagi cape” aku langsung
menggandeng tangannya lagi. Saat itu ia pun hanya mengangguk setuju.
Gadis ini duduk di samping ku, ia
hanya menghadap kejendela, padahal aku yakin bahwa tak ada yang patut di
perhatikan sedalam itu di luar sana. Aku menarik nafas dengan pelan, mencoba
mengumpulkan kepercayaanku untuk mengajaknya bicara.
“Kiran..” ia tidak menengok
“Kiran..” panggilku lagi, namun ia
tetap tidak menengok
“Kiran...!” aku sedikit berteriak
sampai supirku ikut menengok dan tentu saja gadis yang aku panggil juga ikut
menengok
“hah? Kenapa danny? Manggilnya
kenapa pake teriak sih”
“Gue udah manggil lo berkali-kali
tapi lo gak nengok-nengok, makanya jangan bengong” reflek aku mencubit pipi nya
“duh iya iya. So, why?” ia
menatapku, benar-benar menatapku.
“udah deh gak jadi, lupain aja”
“dih kamu aneh ah” Kiran kembali
berpaling tak lagi menatapku.
***
Mungkin aku benar-benar sudah gila,
ini bukan aku, aku sadar ini bukan diriku. Saat aku mulai memikirkannya,
mengenangnya, mengingat tawa, sedih dan sentuhannya, aku merasa aku sudah gila.
Tak ada kemiripan dirinya dengan Sherly, tak sedikitpun. Ia terlalu aktif,
terlalu berisik dan terlalu kekanakan untuk disamakan dengan Sherly, namun ia
bisa membuatku seperti ini melebihi Sherly.
“Nungguin Kiran?” aku menoleh untuk
melihat siapa yang berbicara padaku
“gue juga gak tahu, Cuma mau berdiri
disini aja” jawabku santai, aku tak ingin membicarakan mengenai Kiran dan
Sherly dengan Beni.
“dia dateng sore, jadi lo gak usah
nunggu dia kayak gini” Beni menepuk pundakku dua kali, lalu ia berbalik.
“kenapa?” aku ikut berbalik dan
bertanya saat Beni sudah beberapa langkah di depanku
“Ya karena dia Cuma ada take sore sampe malem” Beni kembali
berbalik menghadapku, ia menatapku dan entah karena tatapan itu atau karena
jawabannya, aku kembali ingin bertanya.
“Jam berapapun dia take, biasanya pagi-pagi dia udah duduk
sambil main sama kru”
“itu alasan pertama Dann, alasan
keduanya ia sedang lunch bareng sama Ardit”
aku diam beberapa detik, lalu kembali berbalik membelakangi Beni sambil
bergumam sesuatu yang aku pun sebenarnya tidak mengerti apa maksudnya.
Pikiranku melayang, aku tak bisa
berkonsentrasi untuk menghafal naskah, sama sekali tak ada yang bisa aku
kerjakan saat ini. Aku ingin melihatnya, ohh sungguh ini akan membuatku gila
dan menjadi tidak profesional. Aku akan membunuhnya jika ia tidak datang sampai
jam 4.
“Kiran!” sontak aku menoleh kesumber
suara, lalu aku menoleh ke arah lainnya. Ya, Kiran datang.
“Selamat siang semuanya...” ucap
Kiran sambil melambai kesiapapun yang ia lihat dan yang melihatnya.
“Hallo Danny!” ia tepat berada di
depanku. Ia menyapa dengan senyumnya yang sangat ceria, oh tentu saja, bukankah
ia bertemu dengan Ardit.
Aku menunggunya datang dan sebelum
jam 4 pun ia sudah datang. Tapi mengapa aku masih sangat kesal. Aku senang ia
sudah datang, namun melihat senyumnya yang pasti disebabkan oleh Ardit
membuatku tetap kesal dan unmood.
Aku berdiri dari tempat dudukku dan
berjalan melewatinya. Tidak, aku tidak ingin membalas sapaannya. Mengetahui
sebahagia itu saat bertemu dengan Ardit membuat kekesalanku hari ini bertambah
100 kali lipat. Bukankah ia seharusnya minta maaf karena datang terlambat? Oh
tunggu, ia tidak terlambat.
Tak ada yang memanggilku, Kiran tak
memanggilku untuk berhenti. Ia hanya diam dan membiarkan aku pergi. Oh, mengapa
hari ini dia menjadi begitu menyebalkan.
“Lo gak manggil gue?” aku berbalik
dan Kiran langsung melebarkan matanya
“gue pergi gitu aja dan lo gak
manggil gue?” aku melangkah mendekatinya.
“lo denger gak sih gue lagi ngomong
sama lo Kiran Amora Alexandra” bukannya menjawab, gadis ini justru tersenyum.
“lo tuli atau gila? Udah gak jawab,
senyum-senyum lagi”
“kamu kangen sama aku?” DOOR! Satu kalimat nya membuatku gugup,
siapa dia ini? Mengapa ia selalu bisa menebak pikiranku?
Ia masih tersenyum dan aku masih
bingung harus menjawab apa.
“Lo kayaknya bener-bener gila deh”
aku menempelkan tanganku di keningnya, mencoba untuk memastikan bahwa suhu
badannya normal saat ini.
“kamu beneran kangen aku ya? Tangan
kamu keringetan Dann” sontak aku langsung menarik tanganku, oh bodoh bodoh
bodoh.
“maaf ya aku telat, ada urusan
mendadak dan penting tadi”
“urusan sama Ardit lo bilang
penting?” tanyaku spontan dan aku mengutuk diriku sendiri atas pertanyaan yang
baru saja aku ucap. Ini kesalahanku, oh GOD.
“kamu cemburu?” Lagi! Ia kembali
membuat semua yang aku ucapkan benar-benar menjadi kesalahan fatal.
“enggak! Udahlah, gak penting juga”
aku kembali duduk di tempatku semula.
“aku gak jadi Lunch sama Ardit kok” senang? Ya aku sedikit bahagia ia tidak
bertemu Ardit.
“ini buat kamu, tadi aku ketemu Om
aku, terus dia ngasih ini” aku mengambil kotak itu dan membukanya. Sebuah jam
tangan, namun sepertinya ini jam couple.
“yang satunya mana?” tanyaku setelah
melihat isi di dalam kotak itu, ada slot untuk jam tangan wanitanya dan itu
kosong.
“buat aku dong, aku kasih kamu
karena kamu tadi marah sama aku” Kiran tersenyum, aku sangat menyukai
senyumannya, seakan ia juga membagi kebahagiaannya untukku.
Aku memakai jam pemberiannya, lalu
aku memandangi pergelangan tanganku untuk memastikan bahwa jam ini tepat berada
disana.
“sini coba tangan lo” aku memegang
pergelangan tangan kiri Kiran dan menyandingkannya dengan pergelangan tangan
kananku. Aku baru sadar ia sudah menggunakan jamnya sejak tadi.
“kenapa?” kiran menatapku bingung.
Aku ingin memastikan bahwa jam couple ini cocok untukku dan Kiran. Mungkin akan
sangat cocok saat kita bergandengan tangan. OMG!
Apa yang gue pikirin tadi???
“Dann?”
“hmm, oh gak kenapa-kenapa” aku
segera melepaskan tangan Kiran.
Tanpa bicara apapun, Kiran langsung
berjalan menjauhiku. Dulu, aku akan sangat kegirangan, tapi sekarang aku justru
merasa kehilangan. Menyadari kiran pergi tanpa berbicara apapun, membuatku
sedikit kecewa. Mungkin memang kesalahanku, entah yang dulu yang merupakan
kesalahan atau mungkin sekarang.

BalasHapusHanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :
Bonus New Member 20%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 300.000,-
* TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Di Berikan Di Depan
* Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw
Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
* Min Deposit IDR 50.000,-
* Max Bonus IDR 100.000,-
* TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
* Bonus Diberikan Di Depan
Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!
hubungi kami di :
BBM : e3a9c049
LINE: icg88poker
Whattsapp : 081360618788