Rabu, 02 November 2016

[NOVEL] I Love You Before - Bab II

Bab II

The Reason
Hari ini tepat dua minggu aku shooting, dan berarti pula hari ini tepat dua minggu aku mengenal Kiran. Ia masih seperti kelinci yang ingin sekali bermain kemanapun ia bisa, dan ia masih seperti burung nuri yang ingin selalu menyanyi selama ia masih memiliki lagu yang ia hafal.
harusnya gue gak usah merhatiin dia kan” gumamku pelan agar tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Ya, seharusnya aku tidak memperhatikan Kiran. Aku sudah bertahan beberapa jam untuk tak memperhatikannya, namun pertahananku masih lemah. Hari ini Kiran membawa cake dan hampir saja menyuapiku, jika saja aku tidak melihat Beni yang tengah menatap tajam ke arahku, mungkin aku sudah memakan potongan cake yang ia potongkan.

“Kiran!!!” Aku kembali terganggu dengan suara-suara yang berhubungan dengan Kiran, ada apa denganku sebenarnya? . tanpa mempedulikan runtukanku, aku tetap memandang ke arah suara yang memanggil Kiran. But, it’s impposible.!
Ardit” Kiran berlari ke arah suara yang memanggilnya, ya! Dari jauh pun aku tahu bahwa orang itu adalah Ardit. Sahabat sekaligus orang yang sangat mencintai Sherly, kecuali aku dan keluarganya.
Aku tetap memperhatikan Kiran dan Ardit. Terlalu banyak kejutan dari Kiran, dan semua kejutan itu membuat aku semakin penasaran. Dia dekat dengan Beni, Sarah bahkan Ardit. Namun, ia sama sekali tidak mengenal Sherly dan tanpa mengenal, ia berani membenci Sherly ku. Lagi dan lagi, aku kembali mempertanyakan masalah Kiran dan Sherly.
“kenapa baru datang? Aku udah di Jakarta sejak seminggu yang lalu. Kamu lupa? Kamu lupa aku akan ke Jakarta atau kamu lupa sama aku?” Kiran melepaskan pelukannya pada Ardit dan langsung berkacak pinggang seraya memandang Ardit penuh tanya.
Ah!! Apa yang aku lakukan? Menguping dan mengintip kegiatan mereka? Oh tidak tidak… mereka mengobrol di tempat umum, wajar jika ada yang memperhatikan. Aku berbicara dalam hati, aku sudah tidak ingin mendengar dan melihat apa yang mereka lakukan selanjutnya.
Aku kembali membuka naskahku, mencoba memahami dan menghafal bagianku. Namun sudah beberapa menit, aku masih saja memikirkan tentang siapa sebenarnya Kiran itu?
Oke, Kiran membenci Sherly padahal mereka tidak saling kenal. Kiran tidak tahu jika Sherly adalah adik kandung dari Beni dan Sarah. Kiran mengenal Ardit, dan Sherly adalah sahabat Ardit. Apa alasan Kiran membenci Sherly itu berhubungan dengan Ardit? Yaa! Pasti ada hubungannya, tapi apa?
***
Pagi ini aku datang lebih lambat agar tidak terjadi hal-hal aneh lagi, seperti memberikan pudding, cake, atau bahkan makanan masakannya. Semua tentang gadis itu memang sepertinya sangat aneh dan hari ini aku sedang tidak mood untuk meladeni keanehannya, tidak ada yang tahu ia akan membawa apa dan melakukan janji-janji apa lagi.
Baru saja aku ingin duduk di kursiku, ada sebuah tangan yang membawa cangkir dihadapanku dan saat aku menoleh, ya! Tepat! Kiran, lagi. Sepertinya gadis ini memang tidak bisa disingkirkan bergitu saja, kecuali dengan menyelesaikan film ini secepat mungkin.
“Good Morning…..” sapanya dengan senyum yang biasanya yang ia simpulkan di bibirnya, mungkin jika yang melihat adalah Beni atau bahkan Ardit, mereka akan membalas dengan senyuman yang sama, tapi itu tidak berlaku padaku.
“Hari ini kamu agak telat, aku baru aja membuat secangkir cappucino, karena aku melihat kamu tidak bersemangat hari ini, jadi kuputuskan untuk memberikan cappucino ini buat kamu. Minumlah” Aku ingin cepat-cepat menolaknya, tapi aku ingat bahwa aku ingin menanyakan sesuatu pada gadis ini.
Thanks” terpaksa aku menerimanya, walau benar apa yang ia katakan bahwa aku cukup tidak bersemangat hari ini karena acara reality show semalam yang sangat melelahkan.
Kiran masih berdiri dihadapanku, aku tahu ia ingin melihatku meminum cappucino buatannya, maka aku langsung meminum sedikit dan benar saja! Ia tersenyum lebih manis lalu berbalik dengan senang.
“tunggu!” panggilku, mungkin ini akan menjadi hari yang paling berisik dalam hidupku, karena aku akan banyak bertanya pada gadis ini dan tanpa berpikir lagi pasti gadis ini akan menjawab dengan ribuan kata yang bahkan bisa langsung dijadikan novel.
ya? kamu mau mengobrol sama aku?” yap! Tepat sasaran, gadis ini sepertinya bisa tahu maksud dari gerak gerik orang di sekitarnya.
“duduk” pintaku. Aku menaruh cappucino buatannya di atas meja. “sejak kapan Lo Kenal sama Ardit?” tanyaku langsung, aku ingin semua pertanyaan dalam otakku ini cepat-cepat terjawab tanpa basa basi.
“kamu kenal juga sama Ardit? Oh, aku lupa kamu pacarnya Sherly, pastilah ya kamu kenal” Jawabannya lebih santai dari yang aku kira.
“So, Lo kenal Ardit tapi Lo enggak kenal sama Sherly. itu aneh kan?” tanyaku lagi, walau pertanyaan awalku tidak terjawab, tapi aku akan berusaha sabar untuk menemukan jawaban dan akar dari kebencian Kiran pada Sherly.
“Aku kenal sama Ardit pas aku SMP, dia kakak kelasku waktu itu dan aku juga menyukai Ardit sejak saat itu” oke!! Sekarang aku tahu kemana arah pembicaraan ini nantinya. “aku enggak kenal sama Sherly mungkin karena Ardit enggak pernah ngenalin aku sama dia” aku menunggu kalimat selanjutnya, namun tidak ada tanda-tanda bahwa Kiran akan melanjutkan ceritanya.
then, kenapa lo benci sama Sherly?” aku menatap matanya kali ini. Aku tahu mata adalah titik untuk mengetahui orang itu berbohong atau tidak.
“dia itu orang yang dicintai oleh orang yang aku cintai” Kiran menatap ke atas, seolah memperhatikan awan yang berada di atas kami saat ini. Tapi, ternyata dia tidak memperhatikan awan, ia seperti ….. menahan air mata (?).
Aku sudah tahu alasannya, aku tahu ia membenci Sherly karena menganggap Sherly merebut Ardit dari sisinya. “Gue tahu sekarang, tapi Lo harus tahu bahwa…..”
“aku harus menelpon ibuku di Bogor” Kiran langsung berdiri dan berlari sebelum aku sempat mengatakan pendapatku, ia pergi dengan alasan yang hampir tidak masuk akal, bukankah setidaknya ia bisa mendengarkan aku bicara terlebih dahulu, siapa sebenarnya yang mengajarinya attitude, Aish!
***
Genap dua puluh hari shooting film ini. Untung saja dalam seminggu hanya 3-4 hari, jika satu minggu full, mungkin kupingku sudah pengang dengan suara Kiran ini. Tapi mengingat tentang dia, hari ini ia sama sekali tidak terlihat. aku yakin bahwa hari ini seharusnya aku satu lokasi dengan dia lagi, tidak biasanya dia datang lebih dari jam 11 siang.
Saat istirahat makan siang aku putuskan untuk berkeliling mencari udara segar, ya itu mungkin terkesan naif saat aku penasaran dengan keberadaan Kiran. Aku tidak tahu mengapa gadis itu tetap membuatku penasaran padahal aku sudah tahu alasan ia membenci Sherly ku. Perlahan gadis itu menjadi sosok yang misterius, bukan seperti orang misterius yang terkenal pendiam, namun ia justru sebaliknya, ia terlalu ceria terlalu hyperactive tapi itulah yang membuat ia misterius, bagaimana bisa ia tetap bisa ceria dan tertawa saat bersama orang yang telah menolak cintanya.
Aku berjalan menuju sebuah danau kecil yang nantinya juga akan menjadi lokasi shooting ku dengan Kiran tentunya. Danau ini terbilang kecil maka jarang sekali ada orang yang duduk dan menikmati pemandangan disini, danau ini terbilang sangat biasa untuk menikmati hari yang cerah. Intinya, tidak ada yang istimewa dari danau ini.
“Dia..” gumamku pelan saat aku sadari ada sosok Kiran yang sedang duduk di bawah pohon dengan menatap ke arah danau. Ia tidak tersenyum seperti yang biasa ia simpulkan, ia melamun, entah apa yang ia lamunkan, namun aku sangat penasaran dengan itu. Diriku saat ini dipenuhi oleh semua rasa penasaranku terhadap gadis itu, gadis yang belum genap satu bulan ku kenal.
Lo..” panggilku seraya berjalan menghampirinya, Kiran mengerjapkan matanya sekali lalu menoleh dan mendongak melihatku. Tidak seperti saat ia melihatku beberapa hari kebelakang, tak ada keceriaan di matanya untuk saat ini, dia hanya menatapku datar dan aku tidak dapat membaca apa yang ia pikirkan kali ini, aku hanya diam membalas tatapannya, ia seolah sedang mencerna sesuatu yang tentunya tidak ku ketahui.
Ngapain Lo disini? Bukanknya lokasi ini digunain buat nanti sore, kenapa Lo udah ada disini? Sebentar lagi kita ada take di tempat sebelumnya. Lo engga lagi main petak umpet kan?” saat aku berbicara dengannya aku terus memikirkan alasan yang logis mengapa ia menyendiri disini dan alasan paling logis yang aku pikirkan adalah ia sedang bermain petak umpet dengan para kru.
Kiran hanya melihatku lalu memejamkan matanya beberapa detik kemudian kembali menatapku. Perlahan ia menarik garis senyum dibibirnya, “kamu mencariku?” headshot! Tepat sekali pertanyaannya.
Enggak! Gue cuma lagi berkeliling dan nemuin Lo disni” aku menjawab secepat mungkin dan setegas mungkin, tidak mungkin gadis ini benar-benar bisa membaca niat seseorang bukan?
nemuin aku?” matanya mendelik menuntut jawaban dariku. Aku yang salah, mengapa aku banyak bertanya padanya dan menggunakan kata yang tidak tepat. Aku lupa gadis ini sangat cerdik membuatku kehabisan kata.
“itu..itu maksud gue, gue ngeliat lo enggak sengaja! Ngapain Gue nyariin Lo!” jawabanku membuat senyum Kiran bertambah manis, ia tersenyum lebih manis dari sebelumnya dan ini merupakan kesalahan terbesarku lagi karena membuatnya tersenyum. Aku mungkin sudah terbiasa dengan senyumannya, namun percayalah bahwa saat ini ia tersenyum hingga membuatku lupa untuk mengihirup oksigen. Then, Aku hanya perlu menunggu tiga detik sampai ia berbicara panjang lebar.
Satu.. dua.. tiga..
“hahaha, aku hanya bercanda Danny! Kenapa kamu jadi gugup seperti itu, haha” Kiran tertawa seperti biasanya, ia kemudian berdiri dan sedikit mengibaskan roknya yang kotor terkena rerumputan.
“ayo, bukankah kita harus shooting ? Pak Bram bisa kebingungan mencari kita” Kiran berjalan riang melaluiku. Ia kembali menjadi Kiran yang ceria, Kiran yang aku kenal beberapa hari kebelakang, melihatnya melamun seperti tadi membuat aku lupa bahwa ia adalah sumber keributan di lokasi shooting yang membuatku penat.
Aku berjalan agak cepat menuju lokasi, berjalan dibelakang Kiran yang sudah tersenyum kepada semua orang yang ia temui. Mungkin karena sikapnya yang terlalu berisik, Ardit tidak menyukainya dan lebih memilih Sherly ku.
“Kiran, Danny, kemana aja kalian?” sesampainya di lokasi, Beni langsung menghampiri kami. Aku baru saja ingin membuka mulut untuk menjawab pertanyaannya, namun bisa di tebak bahwa kecepatan bicara Kiran lebih handal dibandingkan dengan diriku.
Kak Ben! Danny nyariin aku dan ngingetin bahwa kami ada take bersama hari ini, dia baik banget ya Kak?” lantas saja aku langsung menatap tajam ke arah Kiran.
“apa sih yang Lo omongin? Enggak! Gue enggak sama sekali nyariin dia, cih! Buat apa!” aku menjelaskan dengan suara agak keras , gadis ini benar-benar melatih kesabaranku. Sejak kapan aku mencarinya? Bukankah tadi aku sudah bilang bahwa aku tidak mencarinya? Ahh! Menyebalkan!
Gue senang kalo Lo ngawatirkan Kiran, tapi lain kali Lo harus ngajak Gue nyarinya, takutnya ia justru ngumpet lagi di korea” Beni sedikit mencibir ke arah Kiran dan gadis itu justru menekuk bibirnya, ia cemberut mendengar perkataan Beni . Sedetik kemudian, Beni sudah mengusap lembut kepala Kiran, membelai rambutnya yang langsung disambut senyuman Kiran. Oh, aku tidak bisa terus berada di dekat mereka, ini terlalu membuatku mual.
***
Kiran beracting dengan sangat baik, lebih baik dari semua artis wanita Indonesia yang pernah beradu acting denganku, pantas saja sutradara dan para kru selalu memperlakukannya dengan baik, mungkin takut jika gadis periang itu akan kabur seperti yang dikatakan Beni tadi.
Aku sudah berada di danau kecil tempat aku tadi menemukan Kiran, NO!! Maksudku melihat Kiran, aku bahkan tidak mencarinya bagaimana bisa aku menyebut itu ‘menemukan’? runtukan dalam otakku mencoba melawan kenyataan yang aku lakukan dengan logikaku sendiri.
Kiran adalah kebisingan dalam hidupku, aku tidak suka kebisingan lalu bagaimana aku bisa mencari kebisingan itu? Tidak mungkin. Aku tidak boleh lupa bahwa aku adalah Danny yang membenci kebisingan dan tidak suka dengan gadis itu.
“Kiran coba berdiri di pinggir danau itu!” sutradara mengarahkan Kiran yang disambut anggukan oleh Kiran. “Danny, Lo harus berjalan dengan santai seolah Lo enggak mau bikin dia terkejut dan bahkan lari, oke?” aku ikut mengangguk mendengar arahan sutradar.
Kiran sudah berdiri di pinggir danau dan memandang danau itu dengan pandangan kosong, pandangan itu sama seperti tadi siang saat ia duduk dan memandang ke arah yang sama. Ia melamun,  keningnya yang sedikit berkerut seperti menandakan ia sedang memikirkan sesuatu yang sangat membuatnya pusing dan itu semua benar-benar seperti yang tertulis di naskah, bahkan lebih baik dari bayanganku.
Aku berjalan perlahan mengampiri Kiran, butuh waktu sekitar 15 detik sampai aku benar-benar berada di sampingnya. Perlahan aku menyebut namanya, ia mengerjap sekali lalu menoleh menatapku, ia harus sedikit mendongak untuk menatap mataku karena aku lebih tinggi dari dirinya. Pandangannya datar, aku terus berpikir apa yang ada dalam benaknya? Apa yang ia pikirkan?
Kiran tetap menatapku dengan wajah yang tanpa ekspresi, sangat datar bahkan terlalu datar sampai-sampai aku ingin memeluknya agar tidak melihat tatapan itu. Namun, perlahan Kiran memejamkan matanya beberapa detik, terdengar jelas ia menghirup nafas dan perlahan menghembuskannya saat ia membuka mata oh! No! ini seperti de javu. Tidak mungkin! Ia seperti Kiran yang tadi siang aku lihat. Ia tersenyum dan
“cut!!!” suara sutradara membuatku sadar bahwa beberapa saat yang lalu aku hanya beracting. Kiran membuat ini semua seolah kenyataan, ia membuatku merasa bahwa ini bukanlah sebuah adegan dari naskah yang aku hafal.
“Good Job Kiran! Lo juga Danny!” Sutradara sudah berputar dan kembali membaca naskah film dan para kru sudah mulai beramburan merapihkan peralatan, karena shooting hari ini sudah selesai.
“Danny! Kamu sangat baik tadi, Merci untuk hari ini” Kiran berdiri dihadapanku dengan tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Lalu ia menatapku sekilas dan berbalik pergi.
wait!!” reflek aku memanggilnya saat punggung gadis itu perlahan menjauh dariku. Aku benar-benar bodoh!
ya?” Kiran berbalik dan melihatku, perlahan aku berjalan kearahnya, ini akan sangat memalukan jika Beni melihatnya, biasanya Kiran yang akan berteriak memanggilku dan berlari kearahku, namun sepertinya saat ini bumi sedang berhenti berputar pada porosnya atau bahkan putaran bumi sedang meleset dari porosnya karena dengan sebuah keajaiban yang entah berasal dari mana, aku memanggil Kiran dan berjalan ke arahnya.
Lo bukannya gak bawa mobil?” pertanyaan yang sangat menjurus, aku sadari itu, tapi aku sedang malas bergulat dengan logikaku. Aku ingin bertanya apa yang aku ingin tanyakan dan melakukan sesuatu sesuai keinginanku tanpa memikirkan logikaku terlebih dahulu.
Kiran memang belum memiliki manajemen di Indonesia, walau aku tahu bahwa banyak agensi manajemen yang menawarkan jasa mereka pada Kiran karena salah satu agensi itu adalah agensi manajemen ku. Jadi, Kiran selalu pergi ke lokasi shooting dengan mengendarai mobil pribadinya dan menyiapkan segala keperluannya sendiri.
“iya, enggak bawa, bannya tiba-tiba aja kempes tadi pagi dan aku enggak bisa ganti ban mobilku sendiri. Karena itu aku naik taxi” jawabnya dengan wajah sedikit di tekuk. Seorang gadis tetaplah seorang gadis bukan? Ia tidak mungkin tetap ceria saat ia tidak sanggup mengganti ban mobilnya sendiri.
Mungkin Tuhan sedang meminjamkan hati malaikat padaku karena aku sedang memiliki niat baik pada gadis bising ini. “ikut Gue, Gue anterin Lo sampe rumah” ucapku seraya berjalan melaluinya, aku harus tetap cool dihadapannya bukan?
“eh? Oh, engga perlu kok Danny, aku bisa naik taxi” ucapnya mengelak dan itu bertentangan dengan perkiraanku. Aku kira ia akan berteriak ‘bernarkah? Kamu baik sekali Danny, aku akan buatkan cake untukmu besok’ atau kata-kata lain yang dapat melambangkan kebahagiaannya.
“ini udah malam, apa Lo enggak takut naik taxi sendirian? You are an actress” Aku berbalik menghadapnya, kumasukan kedua tanganku pada saku kanan dan kiri yang ada di celanaku.
“apa kamu enggak akan mengerjaiku? Kamu enggak akan bawa aku ketempat yang terisolasi dan gelap lalu ninggalin aku kan?” Aku menatapnya tajam setelah mendengar semua pertanyaan omong kosong itu.
Lo kira Gue ini apa Kiran!!?? Penculik? Pembunuh? Atau bahkan pemerkosa? Come on!” sontak aku membentaknya dan ia hanya tersenyum dengan menunjukan gigi putihnya yang berjajar rapih.
Aku kira ia akan dengan manja meminta dibukakan pintu namun lagi-lagi pemikiranku salah, ia tak semanja yang aku pikirkan. Dengan tersenyum ia membuka pintu mobil sendiri dan segera masuk.
Setelah ia memberi tahu alamat rumahnya, ia duduk dengan manis tanpa bersuara. Aku hendak menginjak gasku sebelum aku melihat ia belum memasang sabuk pengamannya.
“pakai Shift belt nya” ucapku.
“heh? Ohh iya” ia mencoba meraih pengait nya dengan tangan kanannya, sepertinya ia kesusahan untuk menarik pengait itu.
Lo itu ya..” aku memiringkan tubuhku menghadapnya, ku pegang pundak joknya dengan tangan kiriku serta tangan kananku  meraih pengait Shift belt nya. Sepertinya memang agak tersangkut, dalam beberapa detik wajahku dan wajahnya memang sangat dekat, aku sadar bahwa Kiran sempat memundurkan tubuhnya agar tidak terlalu dekat denganku.
“sudah, Cuma kayak gitu aja lo gak bisa?” ucapku setelah selesai mengaitkan sabuk pengamannya.
Aku mungkin sudah gila, benar-benar gila!. Jantungku berdetak lebih cepat setelah kejadian shift belt tadi, ini tidak mungkin terjadi padaku dengan gadis bising ini. Dia hanya seorang gadis childish yang membuat duniaku penat, ya… aku harus menanamkan itu dalam otakku.
Beberapa menit setelah aku menginjak gas mobilku, Kiran belum juga membuka suaranya. Ia hanya duduk, menaruh kedua tangannya di pangkuannya, pandangannya lurus ke depan dan terkadang menengok ke samping kirinya memperhatikan jalanan di kota Jakarta di kala malam hari.
Aku menunggu, aku menunggunya mengatakan sesuatu. Melihatnya seperti ini justru lebih membuatku bingung, aneh dan bertanya-tanya, ada apa dengan gadis ini? Apa yang sedang ia pikirkan? .
“Kiran” panggilku lirih, gadis itu tidak menjawab, mungkin karena terlalu lirih.
“Kiran” aku kembali memanggilnya dengan suara yang sedikit lebih kuat. Perlahan gadis itu menoleh melihatku, ia menengok sebentar menatapnya. Oh! Ya Tuhan, aku tidak boleh melihat matanya! Runtukku dalam hati, langsung aku kembali melihat ke depan.
kenapa diem aja sih?” tanyaku, aku tidak berani menatap matanya kembali, terlalu membuatku penasaran, dia bukan Kiran yang aku kenal saat ini.
“kamu manggil namaku?” bukannya menjawab pertanyaanku, ia justru menanyaiku dengan pertanyaan bodoh.
Lo pikir siapa yang Gue panggil? Apa ada orang lain di mobil ini?” tanyaku dengan suara yang super sinis yang bisa aku keluarkan.
Amazing! Pertama kalinya kamu manggil aku dengan nama” sontak aku menengok ke arahnya sebentar lalu kembali pada posisi awal pandanganku.
“apa maksud Lo? Apa Lo sengaja diam dari tadi Cuma buat ngedenger gue manggil nama Lo?” tanyaku lagi, gadis ini mungkin saja memiliki trik-trik aneh, seaneh sifat dan kelakuannya.
Enggak, aku cuma sedang berterimakasih sama kamu karena sudi mengantarkanku pulang” sontak aku mengerem setelah mendengarkan jawaban gadis bising ini.
Lo berterimakasih dengan diam???” tanya ku dengan suara agak tinggi serta memutar sedikit tubuh ku mengahadap dirinya.
Ya, bukannya kamu enggak suka sama aku?” jawaban gadis ini membuatku menyipitkan mata, aku menuntut jawaban yang lebih jelas.
“kamu enggak suka aku berisik bukan? Kamu bahkan enggak suka dengan keberadaanku disekitar kamu? Maka dari itu, aku berterimakasih dengan diam, kamu pasti lebih nyaman, iya kan?”
Aku menggelengkan kepalaku lalu aku kembali menginjak gas mobilku. Tak ingin menanggapi perkataannya, walaupun ia benar eh, maksudku walaupun ia sedikit benar, tapi mengapa ia berpikiran untuk diam? Dan ketika ia diam, mengapa aku justru lebih terbebani daripada ia berisik?
Saat aku ingin menanyakan sesuatu lagi pada Kiran, ponsel gadis ini justru berdering.
“Hallo mama!” suaranya terdengar riang dan bahagia.
Aku tidak mendengarkan percakapan selanjutnya. Mungkin ini salah satu attitude yang aku dapat dari sekolah. Ya, walau sedikit-sedikit aku tetap bisa mendengar percakapannya, tapi itu bukan salahku, dia yang menelpon di mobilku jadi wajar saja percakapannya bisa aku dengar kan?
mama aku” Kiran berkata seolah ia tahu apa yang akan aku tanyakan, sepertinya gadis ini benar-benar bisa tahu apa yang ada di dalam pikiranku.
 “Nyokap Lo di Bogor kan?  Bokap Lo? Di Bogor juga?” tanyaku, entah ada apa dalam otakku, semakin ia memberi tahu mengenai dirinya, semakin aku penasaran dengan semua hal tentang dirinya.
“Nyokap? Bokap? Apa itu?” tanya Kiran dengan tatapan bingung. Aku lupa bahwa ia hampir tidak mengerti bahasa gaul Indonesia.
“maksudnya, mama sama papa”
ohh, iyah mama tinggal di Bogor, kalau Papa.. beliau sudah meninggal sejak aku SMP”
“ohh, Maaf, aku gak bermaksud begitu
Kiran hanya tersenyum dan berkata tidak apa-apa. Aku menoleh menatapnya sekilas, sekarang aku tahu mengapa para kru sangat menyukai keceriaan Kiran. Saat Kiran bercerita dengan semangat, Saat ia tersenyum dan berlari, semua orang akan ikut tersenyum, mereka pasti menyukai Kiran karena ia seakan membawa kebahagiaan tersendiri. Walaupun aku tidak merasakannya, namun aku tahu, jika Kiran diam, jika Kiran tidak tersenyum atau bahkan jika Kiran bercerita tanpa semangat, seolah-olah orang yang melihat dan mendengarnya dapat merasakan kesedihan yang ia rasakan. Walau aku sebenarnya sulit untuk mengakuinya, namun Kiran yang berisik lebih baik daripada Kiran yang diam tanpa suara.
“Itu rumahku” aku tersentak, aku tidak sadar jika ini sudah sampai di komplek perumahan Kiran.
“ohh, oke” aku memarkir mobilku tepat di depan rumah Kiran. Gadis itu keluar begitu juga dengan diriku.
“aku tidak tahu harus…”
“dimana mobil Lo?” aku memotong perkataannya
ya?” Kiran menatapku ragu, “ohh di sana”
Aku berjalan ke arah yang ia tunjuk, tepat di bagasi mobilnya. Aku menjulurkan tanganku tepat dihadapan Kiran, ia menatapku bingung. Pertama kalinya aku melihat tatapan itu dari wajah Kiran.
“kunci” Kataku, Kiran masih menatapku dengan tatapan bingung. “Kiran! Mana kunci mobil Lo??” tanyaku dengan penekanan disetiap kata.
“untuk apa? Apa yang ingin kamu lakukin Danny?”
Gue mau ngeganti ban mobil Lo, Lo ada ban cadangan kan?” kali ini Tuhan benar-benar meminjamkan hati malaikatnya, ini bisa di catat dalam sebuah buku yang diberi judul ‘keajaiban Tuhan’.
“ada, tapi ini sudah sangat larut. Aku bisa menelpon bengkel mobil besok pagi dan nyuruh mereka menggantinya. Kamu tidak per….”
“berikan kuncinya sekarang!!” Kiran kaget dan dengan kecepatan tangannya, ia mencari kunci di dalam tas jinjingnya.
Aku cepat mengambil kunci mobilnya, segera saja aku membuka bagasi dan mengambil dongkrak serta ban. Walau aku ini adalah aktor ternama di Indonesia, namun aku tetaplah lelaki yang sudah terbiasa dengan pekerjaan semacam ini.
Perlu beberapa menit untuk mengganti ban mobil Kiran. Saat aku sibuk dengan mobil Kiran, sang pemilik mobil duduk manis di anak tangga lantai terasnya, di depannya sudah terdapat dua gelas minuman dengan dua kaleng cemilan. Ia memperhatikanku tanpa bersuara, tanpa aku sadari sejak tadi aku selalu mencuri pandang terhadapnya, semakin aku tahu alasan ia membenci Sherly, semakin ia membuatku penasaran dengan kehidupannya.
Aku merapihkan semuanya, menaruhnya kembali di dalam bagasi mobil Kiran. Perlahan aku berjalan menghampirinya, ia sontak berdiri dan memberiku minuman.
merci, kamu sebenarnya enggak perlu ngelakuin itu Dann” aku mengabaikan perkataan Kiran dan segera meminum habis jus jerus tanpa es yang ia berikan.
“kamu mau lagi? Minum aja punya aku, aku belum meminumnya” Kiran menyodorkan segelas jus jeruk lagi. Aku menggeleng menolak gelas itu, kemudian Kiran sudah mengambil tissue dan langsung membersihkan peluh yang sudah bercucuran di kening ku.
Kiran membersihkan peluhku dengan hati-hati, sangat berhati-hati sampai aku merasa nyaman dengan sentuhan tissue itu. Aku menatap matanya, sedetik kemudian Kiran menatapku.
“ohh Sorry” Kiran menurunkan tangannya yang tadi sibuk membersihkan peluhku.
“sudah larut, masuk sana” ucapku yang membuat Kiran kembali menatapku. “Gue mau pulang, terimakasih untuk minumannya”
“aku yang seharusnya berterimakasih, Terimakasih Danny” Kiran membungkukan tubuhnya sedikit.
Aku tersenyum lalu berbalik ke arah mobilku, cukup melelahkan mengganti ban mobil, aku akan segera tidur setelah sampai di apartemen. Sebelum aku keluar dari pintu gerbang rumah Kiran, aku teringat sesuatu dan berbalik melihat Kiran yang masih berdiri menungguku pergi.
“Ohh, ngomong-ngomong, sama siapa Lo tinggal?” tanyaku
“hmm? Oh aku bersama bibi Atiek” jawabannya membuatku tersenyum puas, setidaknya ia tidak sendiri . Oh Tuhan, apa yang barusan ku pikirkan? Aku mengkhawatirkannya?
“baguslah, Gue pulang…” aku berpamitan dengan kikuk, “oh ya.. kunci gerbang Lo dengan benar, begitupula dengan pintu dan jendela”
Aku berlari menuju mobilku dan segera aku menginjak gas dengan cepat, apa yang sudah aku lakukan? Oh ya Tuhan, mengapa kau meminjamkan hati malaikatmu begitu lama padaku?

1 komentar:


  1. Hanya di ICG88.COM dimana kamu bisa mainkan berbagai permainan di HKB Gaming,IDNPLAY, dan Gudang Poker! tentunya dengan inovasi terbaik.gabung dan buktikan sendiri promo dan bonusnya :

    Bonus New Member 20%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 300.000,-
    * TurnOver 4X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Di Berikan Di Depan
    * Jika Tidak Mencapai Ketentuan Bonus Maka Bonus Akan Di Tarik Melalui Nominal Withdraw

    Bonus Deposit Kedua & Selanjutnya 5%
    * Min Deposit IDR 50.000,-
    * Max Bonus IDR 100.000,-
    * TurnOver 5X TO Termasuk Modal Dan Bonus
    * Bonus Diberikan Di Depan

    Tunggu apa lagi,gabung dan dapatkan bonus serta jackpotnya!

    hubungi kami di :
    BBM : e3a9c049
    LINE: icg88poker
    Whattsapp : 081360618788

    BalasHapus