Senin, 31 Oktober 2016

[CERBUNG] Fix Me - Part 1

Part 1

Seorang wanita tengah duduk di tepi kolam renang, kakinya dibiarkan terendam dalam air kaporit itu, sedangkan kepalanya menengadah menatap langit yang gelap. Malam ini tidak ada satu pun bintang yang terlihat, mungkin karena musim penghujan sedang melanda Indonesia, maka bintang pun tertutup oleh awan hitam.
            Wanita itu mendesah beberapa kali, beberapa hal yang Ia pikirkan membuat dirinya lemas dan tak bertenaga. Seolah hal buruk akan menimpa wanita itu.
            “Aku hanya memohon pada-Mu. Bisakah kau membuatnya kembali menatapku?” ucap wanita berusia dua puluh empat tahun itu. Dengan kaki yang hampir beku karena menahan dinginnya air kolam, wanita itu berdiri dan berjalan menjauhi kolam renang yang hanya di terangi beberapa lampu di sisi kolam.
            “Aku kira kau akan duduk disana semalaman” seorang laki-laki yang terlihat lebih muda dari wanita itu bersandar pada sisi pintu masuk

            Wanita itu tersenyum, “Kamu belum tidur? Bukankah katamu besok pekan ujian tengah semester?”
            Laki-laki itu mendekat pada wanita tersebut, tinggi wanita itu hanya setinggi dada laki-laki itu. “Aku sudah bisa memastikan nilaiku, Keisha” laki-laki itu mengusap lembut kepala wanita yang bernama Keisha itu.
            Keisha memberengut, “Aku kakakmu Rasha! Jangan mengusap kepalaku seperti itu!” Keisha berjalan mendahulu adik laki-lakinya yang bernama Rasha itu.
            “Haha sorry sorry sista!!” Rasha ikut berlari dan merangkul kakaknya
            Keisha Varisha Ardani, anak sulung dari salah satu pebisnis properti paling disegani di Indonesia. Setelah kedua orang tuanya meninggal satu tahun lalu, seluruh bisnis Ayahnya menjadi tanggung jawab Keisha. Adiknya, Rasha Vincent Ardani masih duduk di bangku kuliah semester enam.
            Keisha bukan seseorang yang menyukai bisnis, dia lebih suka dunia entertain. Sebelumnya Keisha aktif menjadi model di berbagai majalah, bukan karena Ia kaya, melainkan visualnya yang mendekati sempurna. Walau tinggi badannya hanya sekitar seratus enam puluh, namun wajahnya benar-benar sangat baik berada disetiap lembar majalah fashion.
            Rasha justru bertolak belakang dengan Keisha, laki-laki itu sama sekali tidak suka di foto. Wajahnya sangat tampan, namun kepriadiannya sangat buruk. Rasha terkenal dengan kesinisannya, bukan hanya dengan teman laki-lakinya, namun dengan wanita pun Ia seperti itu. Banyak rekan bisnis Ayahnya yang membandingkan sifat Rasha dan Keisha yang sangat bertolak belakang itu.
            Hidup Keisha dan Rasha baik-baik saja, walau hanya tinggal berdua dan beberapa pembantu rumah tangga. Mereka tidak pernah memiliki masalah. Namun, satu hal yang mereka baru ketahui, satu hal yang membuat Rasha hampir mencekik seseorang.
***
            “Jika kau tidak menurutinya, harta kalian akan disita dan disumbangkan kepada Yayasan dan Pesantren. Kau harus memikirkannya baik-baik” seorang laki-laki tengah bawa dengan kacamata tebal dan berjas duduk di kursi, diseberang meja kerja Keisha.
            Keisha memijat pelipisnya pelan, “Paman harusnya memberitahuku sejak dulu”
            “Ayahmu yang memintaku untuk mengatakannya saat ini. Bulan besok kau sudah seperempat abad” Laki-laki yang dipanggil Paman oleh Keisha itu membenarkan letak kacamatanya
            “Jangan berlebihan Paman. Aku baru dua puluh lima tahun, aku bahkan belum selesai dengan brandku. Mengapa Paman datang disaat aku sedang ingin berusaha sendiri? Mengapa Paman harus memberitahuku? Tidak bisakah Paman pura-pura lupa atau apapun itu?” Keisha menatap Pamannya itu dengan memohon
            Laki-laki itu menggeleng, “Sekarang terserah padamu, aku sudah buatkan janji dengan Faustin. Dia sahabatku dan sahabat Ayahmu. Aku akan mengirimkan alamatnya nanti, datang atau tidak itu terserah padamu. Kau yang memutuskan segalanya”
            Keisha mendesah, nafasnya terasa lebih berat dari sebelumnya. Ini bukan hanya masalah dirinya, ini juga menyangkut Rasha, perusahaan dan nama baik almarhum Ayahnya. Keisha harus mengambil keputusan yang paling bijaksana yang bisa Ia ambil.
            Ponsel Keisha bergetar, sebuah SMS dari Pamannya tadi. Tertulis jelas tempat dan waktu yang sudah sempat disinggung oleh Pamannya. Keisha lagi-lagi hanya menghembuskan nafas berat.
            Saat Keisha ingin menaruh ponselnya, pintu ruangan Keisha tiba-tiba saja terbuka. Sosok Rasha dengan tshirt putih dan rip jeans hitam masuk mendekat pada Keisha.
            “Aku lihat Paman Jo tadi. Dia memaksamu lagi?” Rasha langsung duduk dihadapan Keisha dengan tatapan tajam
            Keisha menggeleng, “Paman tidak pernah memaksaku Rasha”
            “Jangan turuti surat wasiat gila itu! Mengapa Ayah selalu saja menyulitkanmu? Biar aku yang bicara pada Paman nanti. Jika dia tidak membakar surat itu, akan aku cekik dia sam....”
            “Rasha!” Keisha sedikit meninggikan suaranya. “Jangan bertindak bodoh. Mungkin ini permintaan terakhir Ayah yang bisa aku wujudkan”
            Rasha menggertakan giginya kesal, “Sampai kapan kau akan pasrah seperti itu Kei? Tidak bisakah kau bersuara. Aku menyukai ini, aku tidak suka itu, aku ingin begini, aku tidak ingin begitu. Apakah sesulit itu untuk mengatakan tidak?”
            Keisha menatap Rasha, “Kau tahu? Aku sangat menyayangimu. Apapun yang terjadi, aku akan tetap sangat menyayangimu” Keisha menggapai tangan Rasha yang ada di meja.
            Rasha terdiam dan mendesah pasrah, “Aku akan ikut saat kau bertemu dengan laki-laki itu”
            Keisha tersenyum dan mengangguk
***
            Rasha menggerak-gerakan tubuhnya beberapa kali. Ia menggunakan tshirt hitam dibalut dengan jas biru dongker dengan celana yang senada. Pakaian itu memang salah satu pakaian yang Rasha benci. Walau itu membuatnya terlihat lebih dewasa, namun dia benar-benar membenci itu.
            “Kalau kamu gerak-gerak terus jasnya nanti kusut” ucap Keisha yang sedang fokus menyetir.
            “Kenapa aku tidak gunakan jeans dan tshirt saja? Kau tahu aku sama sekali tidak nyaman dengan pakaian seperti ini. Tubuhku seolah terkungkung tak berdaya”
            Keisha menggeleng, “Apa kau pikir kau ini seorang anak SMA? Biasakan menggunakan pakaian seperti itu. apa saat wisuda nanti kau hanya ingin menggunakan tshirt??”
            “Tentu. Toh tubuhku akan diselimuti dress hitam itu. tidak akan ada yang tahu” jawab Rasha dengan semangat
            “Pakaian toga, itu bukan dress Rasha haha” Keisha sedikit tertawa
            Rasha memperhatikan tawa kakak wanitanya itu. Setelah kedua orang tuanya pergi, Rasha berjanji pada dirinya sendiri bahwa Ia akan menjaga Keisha, Ia akan membuat Keisha bahagia dengan cara apapun walau itu harus mengorbankan dirinya sendiri.
            “Wah tempatnya besar juga. Aku belum pernah ke restaurant ini” ucap Keisha saat Ia selesai memarkir mobil dan melepas sabuk pengamannya.
            “Jika kau berubah pikiran, aku bisa menjadi Lewis Hamilton sekarang juga”
            Keisha menatap Rasha dengan menahan tawa, “Rapihkan jasmu dan keluar”
            Keisha keluar dari mobil lebih dulu lalu disusul oleh Rasha. Tanpa meminta izin, Rasha merangkul Keisha dan berjalan bersama memasuki restaurant italia itu.
            “Sudah reservasi nona?” tanya salah satu pelayan wanita
            Keisha mengangguk, “Atas nama Faustin”
            “Oh Tuan Faustin sudah menunggu di atas. Mari saya antar” pelayan itu berjalan lebih dulu dan Keisha beserta Rasha mengikuti dari belakang.
            Rasha berbisik pada Keisha, “Aku rasa orang itu tidak terlalu kaya, seharunya dia memesan satu restauran saat menyambutmu”
            Keisha memukul pelan dada Rasha “Bodoh!”
            Setelah menaiki anak tangga, mereka pun sampai di ruangan yang sudah dipesan.
            “Disana Tuan Faustin sedang menunggu” ucap pelayan itu seraya menunjuk seorang laki-laki paruh baya dengan jas hitam.
            Keisha dan Rasha saling berpandangan saat menyadari ada satu orang yang mereka kenal.
            “Aku bisa mencekiknya sekarang jika kau mau” Rasha memandang Keisha
            “Diam. Ayoo” Keisha mengapit tangan Rasha dan berjalan menuju meja besar yang tersedia disudut ruangan.
            “Selamat malam.. maaf saya terlambat” sapa Keisha seraya sedikit membungkuk.
            Laki-laki bernama Fausti tersebut sedikit kaget, namun dengan segera berdiri dan memeluk Keisha.
            “Oh Ya Tuhan.. kau sudah besar dan sangat cantik rupanya” ucap Faustin setelah memeluk Keisha dengan tiba-tiba
            “Maaf Tuan, Keisha sudah sangat cantik sejak lahir” Rasha menarik tubuh Keisha sedikit menjauh dari laki-laki itu
            “Apa dia tidak terlalu tua untukmu?” bisik Rasha yang langsung mendapat injakan kaki dari Keisha.
            “Duduklah, kalian berdua pasti sudah sangat lapar” ucap Faustin
            Keisha dan Rasha langsung duduk bersebrangan dengan laki-laki bernama Faustin itu. Keisha tersenyum pada Faustin, namun Rasha justru menatap orang lain disebelah Faustin.
            “Akhir-akhir ini Paman sering berada di Indonesia. Apa Paman Jo kehilangan kepercayaan di Singapur?” tanya Rasha sambil menatap laki-laki yang ternyata pamannya sendiri itu
            “Rasha!” Keisha menepuk paha Rasha
            “Haha, Aku belum bisa kembali sampai urusan kakakmu itu beres.” Jawab Jo dengan sedikit tertawa hambar. Ia memang sudah tahu akan selalu ada nada sarkartis dalam setiap pertanyaan Rasha.
            Rasha mengangguk-angguk, “Paman sudah mengecek usia laki-laki ini? Laki-laki ini lebih pantas jadi Ayahku daripada kakak iparku. Apa pengelihatan Paman juga berkurang sekarang?”
            “Apa? Oh Tuhan.. Rasha tunggu...” ucap Faustin
            Rasha menatap Faustin dan menungu lanjutan dari laki-laki itu
            “Ayah...” suara laki-laki lain membuat semua orang menengadah. Laki-laki itu tinggi dan tampan, mungkin usianya sekitar 28-30 tahunan.
            “Kau datang juga, ayo duduk” Faustin menarik kursi disebelahnya
            “Maaf, jalanan sangat padat malam ini.” Ucap laki-laki itu
            Keisha dan Rasha saling menatap, “Kau akan menikahi pria dengan seorang anak yang mungkin lebih tua darimu” bisik Rasha
            “Diam bodoh” Keisha kali ini mencubit pinggang Rasha
            “Au!” rintih Rasha
            “Ada apa? Kau baik-baik saja?” tanya Faustin khawatir
            Rasha mengangguk, “Tempat ini sepertinya bernyamuk”
            Tatapan Jo pada Rasha menajam dan Rasha membalasnya tidak kalah tajam. Mungkin jika tatapan itu pedang, mereka berdua sudah saling melukai satu sama lain.
            “Haha apa iya? Kau lucu sekali, kau tumbuh dengan watak humoris dari ibumu” ucap Faustin membuat Keisha sedikit bingung.
            Orang lain akan menyebut Rasha sakartis, sinis, sombong atau kata negatif lainnya. Namun laki-laki itu berbeda, ini pertama kalinya ada orang menyebut Rasha lucu selain Ibu dan Ayahnya.
            Rasha hanya bisa tersenyum masam mendengar komentar itu.
            “Oh iya aku sampai lupa. Kenalkan dia adalah putra keduaku, Arkan” Faustin memperkenalkan anaknya. Satu pertu berjabat tangan dengan Arkan begitu juga dengan Keisha.
            “Dia yang aku maksud. Bukan Faustin yang ini” ucap Jo
            Keisha dan Rasha saling memandang, “Kau senang?” bisik Rasha
            Keisha tersenyum tanpa menjawab bisikan Rasha. Siapapun itu, entah lebih tua atau lebih muda, kenyataan bahwa kebebasannya akan segera berakhir membuat Keisha sedikit pusing.
            “Ayaaahhhhh!!!!” suara melengking seorang wanita dari arah tangga membuat semua orang menoleh pada wanita itu. sang wanita berlari dengan riang ke arah Faustin dan tanpa aba-aba memeluknya dari belakang.
            “Aku rindu Ayah” wanita itu mengecup pipi Faustin
            “Aku sudah mengatakan padanya untuk tidak berteriak” ucap seorang laki-laki yang ternyata sejak tadi berada dibelakang wanita itu.
            “Oh Ya Tuhan.. ayo Ayah kenalkan dahulu pada teman-teman Ayah. Jadi, Kei, Rasha, dia adalah putri bungsuku Grania dan dia adalah putra sulungku Alan” lagi-lagi mereka langsung menjabat tangan satu sama lain
            Keisha hanya diam, kepala semakin pusing karena suara dari Grania tadi. Ia tidak terbiasa dengan teriakan-teriakan seperti itu. Di kepalanya hanya hafal teriak fotografer dan staf, itu pun tidak melengking seperti tadi.
            “Jika orang itu tadi benar yang akan kau nikahi, kau akan menjadi wanita dua puluh lima tahun dengan tiga orang anak dewasa” bisik Rasha
            Keisha langsung menatap Rasha tajam, tapi yang ditatap hanya menyengir kuda seolah tak berbuat apapun.
***
            “Aku tidak tahu harus mulai darimana, tapi aku juga sama kagetnya denganmu” ucap Arkan saat mereka berdua memiliki waktu bersama. Faustin, Alan dan Jo sedang sibuk berbincang masalah bisnis di balkon restauran, sedangkan Grania sibuk dengan para koki di dapur dan Rasha turun kebawah untuk bermain piano. Mereka semua berpencar saat selesai berbicara tentang surat wasiat dan surat perjanjian.
            Keisha tidak menatap Arkan dihadapannya, Ia masih menunduk, kepalanya sudah sangat sakit untuk mencerna semuanya. Pekerjaan di kantor harus Ia diamkan dulu hari ini, pembangunan brandnya pun tertunda, ditambah surat-surat dari Ayahnya yang bisa mengubah hidup Keisha tiga ratus enam puluh derajat.
            “Apa kau memiliki seseorang sekarang? Sepertinya kau sangat terpuruk” tanya Arkan
            Keisha buru-buru menggelang lalu menatap Arkan, “Aku sepertinya harus pulang. Aku akan pamit pada Paman” Keisha segera berdiri, namun saat itu juga tubuh Keisha jatuh ke lantai.
            “Kei!” jerit Arkan kaget, dengan cepat Arkan berlari menghampiri Keisha yang tergeletak di lantai.
            “Ada apa?” suara Alan. Ia, Ayahnya dan Jo ikut berlari saat mendengar teriakan Arkan.
            “Aku tidak tahu, tadi dia ingin pergi menemui Ayah untuk pamit, lalu tiba-tiba dia pingsan” jawab Arkan seraya menopang tubuh Keisha
            “Bawa dia ke rumah sakit!” ucap Jo.
            Arkan dengan cepat membopoh tubuh Keisha. Dengan sedikit berlari, Arkan menuruni tangga, namun ditengah anak tangga Ia berpapasan dengan Rasha.
            “Apa yang kau lakukan? Apa yang terjadi dengan Keisha?” tanya Rasha dengan tatapan marah namun segera mendekat dan menyentuh kepala Keisha
            “Dia tiba-tiba pingsan. Kami akan membawanya ke rumah sakit” ucap Jo
            “Tidak!” Rasha dengan cepat meraih tubuh Keisha dari tangan Arkan. “Aku akan membawanya pulang. Dia akan baik-baik saja!” Rasha berbalik dan berjalan menuju mobil
            Arkan hanya diam melihat Rasha yang tidak terlihat khawatir sama sekali. Kakaknya pingsan, namun Rasha justru melarangnya membawa Keisha ke rumah sakit.
            “Sepertinya trauma mereka berdua masih belum sembuh” ucap Jo membuat Arkan menoleh dan menatap penuh tanya, “Sejak kepergian kedua orang tua mereka. Keisha dan Rasha sama sekali tidak ingin menginjakan kaki di rumah sakit, bagi mereka berdua rumah sakit hanya akan menambah rasa sakitmu dan membawamu pada kematian”
            “Tapi Paman, apa dia akan baik-baik saja?” tanya Alan
            Jo mengangguk.
            “Jenguk dia besok pagi” perintah Faustin pada Arkan

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar