Senin, 31 Oktober 2016

[CERBUNG] Fate - Part 2

Part 2

Ernest duduk dikursinya dan segera membaca semua berkas dan laporan yang sudah tersusun rapih di atas meja kerjanya. Selama empat jam, Ernest hanya membaca, mentandatangani, mencoret dan menelpon. Sampai tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruang kerjanya
“Masuk” ucap ernest
Pintu ruang kerja Ernest perlahan terbuka, dan saat melihat siapa yang datang Ernest pun mengernyit. “Tidak biasanya kau masuk dengan mengetuk pintu”
Seorang laki-laki berpenampilan seperti Ernest masuk dan tersenyum lebar, “haha, bagaimana pun juga ini ruang pimpinan, mana mungkin aku langsung masuk saja” laki-laki itu langsung duduk di hadapan Ernest
“Ada apa kau kemari? Bukankah pengacara Reyhan Saputra sangat sibuk?” Ernest melirik sedikit pada laki-laki bernama Reyhan itu lalu kemudian kembali fokus dengan berkas yang Ia baca.
“Aku ingin....” tiba-tiba Reyhan berhenti bicara, “Oh tunggu, apa ini?” Reyhan langsung mengambil kotak makan bersusun tiga yang ada di sebelah kiri meja Ernest.

“hei...” ucap Ernest yang kaget karena Reyhan sudah membukanya
“Wow!! Sejak kapan kau membawa bekal? Biasanya kau hanya makan roti dan minum kopi. Ini pasti dari salah satu pegawaimu kan? Kau tidak akan makan kan? Untukku saja kalau begitu” Reyhan sudah bersiap mengambil satu udang goreng dalam kotak itu namun Ernest langsung memukul tangan Reyhan
Ernest berdiri dan merapihkan kembali tempat makan itu, “ini milikku, kau cari makananmu sendiri sana!”
Reyhan memandang bingung pada Ernest “Apa itu dari Ariana? Bukankan kekasih manjamu itu bahkan tidak tahu caranya masak nasi?” tanya Reyhan menyelidik
Ernest menatap Reyhan, Dia tidak pernah bisa berbohong pada sahabatnya itu. “Ini bukan dari Ariana”
Reyhan menatap takjub, pandangn menuntuk jawaban yang lebih jelas terpancar dari wajah Reyhan..
Ernest yang tahu itu langsung berusaha menjelaskan, “ini..ini dari istriku”
Reyhan membelalakan matanya, “WHATTTT?????!!!!!” Reyhan menatap takjub, “Hei tunggu, seminggu yang lalu aku baru bertemu denganmu dan Ariana di sebuah mall bergandengan tangan dan sangat mesra. Lalu sekarang kau bilang itu bukan dari Ariana tapi dari istrimu? Apa kau sudah menikah? Tunggu tunggu, jika kau menikah pun bukankah itu seharusnya dengan Ariana?” Reyhan berbicara tanpa titik
Ernest memijat pelipisnya, merasa pusing karena dia harus menjelaskan semuanya pada Reyhan. Dengan kehati-hati an, Ernest menjelaskan semuanya, benar-benar semuanya, sampai pada akhirnya Adeeva membuatkannya bekal itu.
Reyhan menyandarkan punggungnya, menatap tak percaya pada Ernest. “Apa gadis bernama Adeeva itu cantik?” tanya Reyhan
“Hei!” Bentak Ernest seraya menatap kesal pada Reyhan
“haha tenang-tenang. Bukankah kalian menikah hanya sementara? Jika kau sudah bercerai nanti, aku bisa mendekatinya bukan? Sepertinya dia sangat cocok jadi calon istriku dan calon ibu dari anak-anakku” Reyhan mentap jahil pada Ernest
“Kau sudah selesai? Kau bisa pergi sekarang!!” Ernest menggertakan giginya kesal
Reyhan menatap Ernest serius, “Kau bilang itu hanya pura-pura, namun sepertinya kau sudah jatuh pada pesona gadis itu sobat” 
Ernest hanya diam, Ia menatap kotak makannya. Lalu kembali menatap Reyhan, “Dia sudah memiliki kekasih” suara Ernest sedikit terdengar purau
Reyhan tersenyum, “Kau juga punya”
Kata-kata Ernest tidak membuatnya lebih baik, itu justru kembali membuat dadanya sakit. Ada yang aneh dengan dirinya sejak Adeeva mulai masuk dalam kehidupannya.
“Weekend ini aku akan ke rumah mu, aku ingin lihat seperti apa gadis bernama Adeeva itu” Reyhan beranjak dari kursinya, Namun sebelum melangkah Reyhan kembali menatap Ernest, “Kau tahu? Arti nama Adeeva dalam bahasa arab berarti menyenangkan, kau harus berhati-hati, kau bisa jatuh padanya jika tidak berhati-hati” setelah mengucapkan itu, Reyhan pun pergi
Ernest menatap pintu yang tertutup, perlahan Ia meresapi kalimat terakhir dari Reyhan. “Aku sudah terlanjur jatuh” gumamnya pelan
***
Sudah pukul tujuh pagi, namun aroma masakan belum tercium oleh Ernest. Apa mungkin Ia tidak memasak saat weekend? Tanya Ernest dalam hati.
Ernest pun memutuskan untuk keluar dari kamar, pada saat yang sama, Adeeva pun keluar dari sana. Gadis itu sudah rapih, dengan rok mini di atas lutut dan kaos putih yang dimasukan kedalam roknya, membuat gadis itu terlihat menarik di mata Ernest.
Adeeva menyadari Ernest sedang menatapnya, “Selamat pagi” Adeeva tersenyum pada Ernest, “maaf aku kesiangan, aku akan segera memasak. Oh ya, kau sedang ingin makan sesuatu?”
Ernest menatap Adeeva yang menatapnya juga, “Tidak. Masak apapun yang kau mau”
Satu kalimat itu membuat Adeeva dengan cepat berjalan menuruni tangga dan menuju dapur. Adeeva segera menyiapkan seluruh bahan-bahan yang Ia butuhkan, beberapa hari lalu Ia mendapatkan uang belanja dari Ernest dan akhirnya lemari es laki-laki itu pun sudah penuh dengan bahan makanan yang cukup untuk satu minggu bahkan lebih.
Ernest mengikuti Adeeva menuju dapur, lagi-lagi ernest hanya duduk dan memandang gadis itu yang sibuk dengan masakannya. Entah mengapa kegiatan pagi seperti ini menjadi sangat menarik bagi ernest, biasanya Ia akan memilih tidur daripada hanya duduk dan melihat seseorang sibuk dengan kegiatannya, namun kali ini Ernest merubah persepsinya, Ia lebih suka memandangi kesibukan Adeeva di dapur daripada harus tidur di kamarnya sendirian.
“Hei...” tiba-tiba ada yang menepuk pundak Ernest,
Ernest dan Adeeva pun menatap ke sumber suara itu. Adeeva mengernyit heran Siapa laki-laki itu?
“Apa yang kau lakukan di rumahku pagi-pagi begini?” Ernest menatap tajam Reyhan yang sudah duduk disampingnya.
“Bukankah kau berjanji ingin mengenalkan istri sementaramu itu” Reyhan melirik Adeeva dan tersenyum pada gadis itu
Dengan tatapan ingin membunuh, Ernest mentap Reyhan.
“Hai.. aku Adeeva” tanpa perintah Ernest, istri sementaranya itu sudah mengulurkan tangan di hadapan Reyhan
“Hai Aku Reyhan, sahabat Ernest sejak Ia bayi” Reyhan meilirik Ernest yang masih menatapnya, “Ernest tidak bilang padaku bahwa kau sangat cantik” puji Reyhan
Pipi Adeeva sejenak merona, “Hah? Oh kau terlalu berlebihan. Aku harus memasak, kau bisa menunggu dan sarapan dengan kami kan?” Adeeva masih melihat ke arah Reyhan tanpa mempedulikan tatapan Ernest
“Tentu saja, kebetulan sekali aku belum makan apapun”
“Bukankah kau tidak suka sarapan?” ucap Ernest sedingin mungkin.
Ucapan itu tak di dengan oleh Adeeva karena gadis itu sudah mulai sibuk dengan masakannya lagi.
Reyhan tersenyum pada Ernest, “Aku berubah pikiran, sepertinya sarapan akan menjadi hal yang menyenangkan sekarang”
Ernest mengernyit, jika tidak ada Adeeva dia mungkin sudah menghajar sahabatnya itu.
“Adeeva, tidak apa-apa bukan jika setiap hari aku sarapan bersama disini?” Reyhan sedikit mengencangkan suranya
Adeeva menoleh dan tersenyum, “tentu saja, akan sangat menyenangkan bisa sarapan dengan lebih banyak orang” lalu Adeeva kembali sibuk
Ernest masih menatap tajam sahabatnya. Ia tidak tahu jika Reyhan akan datang sepagi ini dan melihat Adeeva saat gadis itu sudah rapih dan sangat.. ya sangat cantik.
“Jika kau datang lagi, aku akan membunuhmu” Ernest mengucapkan itu dengan pelan agar Adeeva tidak mendengar
“Hei.. aku hanya sedang melaksanakan pendekatan dengan calon ibu dari anak-anakku” Reyhan berbisik pada Ernest
“tutup mulutmu!” Ernest menggeram kesal, menahan tangannya agar tidak mencengkram kerah Reyhan saat ini
Reyhan hanya tersenyum jahil. Reyhan mengakui bahwa Adeeva memang gadis yang sangat cantik, Ia terlihat lebih muda dari mereka berdua. Tak seperti temannya, Reyhan sudah bisa melihat bahwa Adeeva memang gadis yang menyenangkan. Jika benar mereka berdua hanya sementara menikah, mungkin Reyhan akan benar-benar mendekati Adeeva.
Ernest melihat Reyhan yang terus menatap Adeeva, entah mengapa itu membuat Ernest mendesah kesal. Ia tidak pernah semarah ini pada Reyhan sebelumnya, walau Ia tahu Reyhan hanya bercanda, namun itu mengusik dirinya.
“Voila!! Waktunya makan” Adeeva tersenyum serya menaruh satu persatu makanannya di atas meja panjang itu, lalu duduk di samping Reyhan.
Ernest mengernyit kesal Kenapa aku harus memilih kursi paling pinggir tadi, dan kenapa juga Reyhan harus duduk di smaping ku? Keluhnya pada diri sendiri
“Hmm sangat lezat. Apa kau seorang koki? Ini benar-benar luar biasa” puji Reyhan setelah menyicipi opor ayam yang dibuat oleh Adeeva
“Benarkah? Kau terlalu memuji” kata Adeeva sedikit malu di puji sebegitunya oleh Reyhan
“Apa Ernest tidak pernah bilang? Ini benar-benar lezat Deev”
“Deev???” Ernest spontan menatap Reyhan karena menyebutkan kata itu.
“Iyah Deev. Tidak apa-apa kan Adeeva? Terdengar lebih simpel” ucap Reyhan dan Adeeva hanya mengangguk dan berucap tidak apa-apa
Mereka bertiga makan dengan lahapnya, Ernest diam seperti biasanya, menikmati sarapan paginya. Namun berbeda dari kemarin-kemarin, Ernest merasa gusar karena Reyhan terus mengajak Adeeva berbicara, apapun itu tentang pekerjaan sampai ke hobi.
“Kau bekerja sesuai hobimu itu pasti menyenangkan” ucap Reyhan dengan senyum lebar pada Adeeva
“Sangat. Karena itu aku bertahan dengan pekerjaan ini. Memang uangnya tidak sebanyak jika aku jadi pengacara atau pemilik perusahaan” Adeeva melirik Ernest sesaat lalu kembali fokus pada Reyhan, “Tapi aku menyukainya, lebih menyenangkan” ucap Adeeva dengan senyum tak kalah lebar dari Reyhan
Ernest menyelesaikan makanannya lebih lambat dari biasanya. Ya, tanpa Adeeva dan Reyhan ketahui, Ernest memperlambat itu agar menyesuaikan dengan mereka berdua. Ernest tidak rela jika membiarkan Adeeva dan Reyhan berbincang terlalu lama.
“Aku sangat suka masakanmu dan berbincang denganmu Adeeva. Tapi aku ada sidang siang ini, mungkin nanti malam aku bisa mampir” ucap Reyhan
“Tidak!” ucap Ernest tegas, “Nanti malam aku tidak ada di rumah, kau tidak perlu kesini”
Reyhan memandang bingung pada Ernest, lalu melihat tatapan Ernest padanya Reyhan tersenyum dan mengerti. “oke oke, kalau begitu kapan-kapan kita bertemu lagi Adeeva. Terimakasih makananya” Reyhan pun melambai pada Adeeva
“Hati-hati di jalan, semoga sidangmu sukses” ucap Adeeva lembut
Ernest menatap Adeeva yang tersenyum melihat kepergian Reyhan.
Adeeva yang sadar ditatap sebegitu intensnya pun menoleh dan menatap Ernest. “ada yang bisa ku bantu?” ucap Adeeva
Ernest tak menjawab, Ia hanya melangkah pergi menuju kamarnya.
“Ernest!” panggil Adeeva, Ernest menoleh dan menatap penuh tanya
“Aku akan keluar, mungkin hingga sore. Aku harus mengantar Jo ke bandara, lalu ke kantor untuk mengambil beberapa naskah. Aku akan menyimpan makanan untuk makan siangmu, kau harus menghangatkannya dulu nanti. Oke?” suara riang Adeeva saat mengatakan nama Jo membuat Ernest menahan nafasnya
“Lakukan apa maumu” Ernest berbalik dan kembali berjalan lebih cepat menuju kamarnya.
“Tidak sopan” ucap Adeeva lirih agar Ernest tak mendengarnya
***
Ernest keluar dari ruang kerjanya saat perutnya mulai merasa lapar. Ia menuju dapur dan menemukan beberapa lauk disana. Ernest baru ingin mengambil lauk itu namun terhenti saat melihat sebuah kertas tergeletak dengan sendok diatasnya. Ernest mengambil kertas itu dan membaca yang tertulis disana.
Selamat Siang.. ^^
Aku tahu kau pasti lapar. Maaf karena aku tidak bisa memasak menu yang lain siang ini. Oh ya, jika kau ingin makan cobalah menghangatkannya. Ingat, harus di hangatkan dahulu. Itu lebih baik untuk perutmu.
Aku akan kembali secepat mungkin.
Selamat makan..
Bersenang-senanglah hari ini. ^^
Ernest tersenyum lalu mengambil surat itu dan di lipat lalu memasukannya ke kantung celananya. Dengan cepat Ernest pun menghangatkan lauknya.
Saat Ernest menyantap makanannya, ponselnya berdering. Tertulis nama Ariana disana, saat itu Ernest kehilangan senyum yang tadi tersungging di bibirna.
“Hallo” Ernest menjawab telephone
“Hai sayang. Apa yang sedang kau lakukan? Oh Ya, aku baru saja selesai pemotretan kau ingin makan siang bersama?” suara Ariana yang begitu ceria membuat Ernest menatap nanar makanannya
“Maaf aku sudah makan. Besok saja kita makan bersama” ucap Ernest berusaha terdengar semenyesal mungkin
“Besok aku harus pergi ke Jepang. Ada pemotretan disana, kau lupa?”
Ernest mengernyit, Ia melupakannya. “Oh maaf. Kalau begitu besok biar aku yang mengantar kau ke bandara. Pukul berapa aku harus tiba di apartemenmu?”
“Sepertinya harus berangkat lebih pagi. Mungkin jam enam?”
Ernest mendesah, “Oke baiklah”
Ernest menyudahi pembicaraan itu dan melanjutkan makan siangnya. Mendengar jam enam membuat Ernest mendesah, itu berarti dia harus merelakan sarapan nya bersama Adeeva besok pagi.
***
Adeeva turun dari taxinya. Baru pukul tiga sore namun tubuh Adeeva terasa begitu lelah. Ia harus berjalan dengan terhuyung-huyung karena pusing yang Ia rasakan. Adeeva menekan bel rumah namun tidak ada jawaban atau yang membuka, sehingga Adeeva menekannya beberapa kali lagi.
Ernest berjalan secepat mungkin saat mendengar bel rumahnya, Ia menuruni tangga dan berjalan sedikit berlari menuju pintu. Dengan cepat Ernest membuka pintu itu, namun saat melihat Adeeva, Ernest terbelalak. Adeeva berdiri dihadapannya dengan wajah yang sangat pucat.
“Adeeva...” Ernest memanggil lirik,
Namun seketika Adeeva menatapnya, saat itu pula Adeeva tehuyung pingsan. Dengan sigap Ernest menyanggah tubuh Adeeva.
“Adeeva...!” panggil Ernest lebih keras. Namun Adeeva sudah tak sadarkan diri. Dengan gerakan cepat, Ernest segera membopoh tubuh Adeeva menuju kamar gadis itu. Tidak di pedulikan rok Adeeva yang terangkat hingga memperlihatkan paha gadis itu. Ernest tak memiliki waktu untuk berpikir ke arah situ saat ini.
Ernest meletakan tubuh Adeeva selembut mungkin di atas kasur. Lalu baru disadarinya rok yang digunakan Adeeva terangkat, dengan cepat Ernest menarik selimut dan menutupinya.
Ernest memegang kening Adeeva, “Ya Tuhan! Demammu tinggi sekali” Ernest berlari ke ruangannya, mencari termometer, dengan cepat kilat pula Ia kembali dan meletakan termometer itu di telinga Adeeva.
Setelah mengukur suhu tubuh, Ernest tidak tahu harus apa lagi. Ia segera meraih ponselnya dan menelpon, Angel,  temannya yang berprofesi sebagi dokter.
“Hai Ernest, ada apa?”
“Dimana kau? Aku membutuhkanmu sekarang. Bisakah kau kerumahku?” tanya Ernest dengan terburu-buru, sangat cepat.
“Hei hei tenang dulu. Ada apa ini?”
“Adeeva, dia demam. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Bisakah kau kesini memeriksanya? Aku takut terjadi sesuatu padanya” ucap Ernest lebih tenang dan pelan
“Adeeva? Siapa Adeeva nest?”
“Angel, kumohon. Cepatlah kesini. Aku akan jelaskan nanti”
“Oke oke baiklah”
Ernest segera meletakan ponselnya di meja kecil di samping ranjang Adeeva. Ernest duduk di sisi ranjang, memperhatikan Adeeva yang berkeringat dan pucat.
“Ada apa denganmu?” tanya Ernest walau Ia tahu Adeeva tidak akan mendengarnya.
Wajah Adeeva tiba-tiba mengernyit, nafas Adeeva pun terdengar lebih berat. Ernest yang melihat itu langsung panik, di lap nya keringat yang ada di kening Adeeva dengan sapu tangannya.
Sekitar dua puluh menit Ernest duduk menatap Adeeva, ponselnya berdering, telepon dari Angel.
“Hallo nest. Aku sudah di bawah.”
“Masuklah, aku berada di lantai atas. Di kamar dengan pintu merah”
Angel segera memasukan ponselnya lalu berjalan masuk. Sedikit tergesa menuju ruangan yang di katakan oleh Ernest. Saat Angel membuka pintu, Ia menemukan Ernest  dan seorang gadis di atas ranjang.
“Aku akan bertanya nanti. Biar ku periksa dulu”
Setelah mengatakan itu, Angel memeriksa Adeeva.
Ernest hanya diam dan menatap Angel yang sedang memeriksa istri sementaranya itu. Ernest sangat panik, jantungnya masih berdetak sangat cepat karena khawatir. Dia tak tahu jika hanya melihat Adeeva sakit bisa membuat dirinya begitu resah dan serba salah.
“Bagaimana?” tanya Ernest saat melihat semua perlengkapan Angel dimasukan ke dalam tas.
“Dia demam biasa. Aku sudah menyuntikan obat, ini beberapa obat yang harus dia minum. Setelah dia sadar nanti, kau bisa menyuruhnya makan dan meminum obat-obat ini. Dan lebih baik kau menyarankan padanya untuk tidak terlalu bekerja terlalu keras, sepertinya Ia kelelahan” jelas Angel yang di sambut Anggukan oleh Ernest
“Tapi nest. Kau harus menjelaskan padaku siapa wanita ini?” tatan Angel penuh tanya pada Ernest.
Ernest pun mengajak Angel duduk di sofa yang tersedia di kamar Adeeva.
“Dia adalah Adeeva. Dia istriku, gel”
Angel terbelalak kaget, sama seperti Ariana dan Reyhan sebelumnya. “Tunggu. Istrimu kapan kau menikah?”
“beberapa hari yang lalu” Jawab Ernest setenang mungkin
“Apa? Bukankah kau masih berhubungan dengan Ariana? Bagaimana mungkin kau menikah dengan wanita lain tapi kau masih berhubungan dengan Ariana? Tunggu, kau tidak berselingkuh dan wanita itu hamil bukan?”
“Tidak tidak!” jawab Ernest kaget mendengar pertanyaan Angel, “Ariana sudah tahu tentang hal ini”
“Ariana tahu? Maksudmu? Dia setuju? Tunggu, apa kau berencana berpoligami Ernest?” Angel sedikit tidak bisa menjaga emosinya.
“Tidak! Aku sama sekali tak berniat itu” Ernest menghembuskan nafas, “kau bisa pulang dulu Angel. Aku akan menjelaskannya lain kali, aku janji” ucap Ernest seraya beranjak dari sofanya
***
Adeeva merasa kepalanya sangat sakit dan pusing. Perlahan Ia mengerjap mencoba membuka matanya. Ia menyadari dirinya sudah berada di atas ranjang miliknya. Lalu Adeeva menengok ke sisi kiri, mendapati Ernest yang tengah duduk dan menatapnya.
“Kau sudah bangun?” tanya Ernest lembut.
Adeeva mengangguk, Ia ingin berbicara namun tenggorokannya terasa sakit. Adeeva memegang lehernya dan saat itu pula Ernest menjulurkan segelas air pada Adeeva lalu membantunya minum. Adeeva menegak air itu hingga habis tak bersisa, suaranya sudah lebih baik sekarang.
“Pukul berapa?” tanyanya pada Ernest
“Sepuluh malam” jawab Ernest seraya melihat jam tangan miliknya
Adeeva mendesah, lalu teringat sesuatu. “Bukankah kau bilang kau harus pergi malam ini? Apa kau tidak jadi pergi? Karena aku?”
“Itu tidak penting, lupakan saja” ucap Ernest santai dan beranjak dari ranjang Adeeva.
“Maafkan aku. Aku tak bermaksud membuatmu repot seperti ini” ucap Adeeva penuh penyesalan.
Namun Ernest tak menjawab, Adeeva mengira laki-laki itu pasti sangat marah padanya. Adeeva membuat Ernest membatalkan janji, yang mungkin saja sangat penting
Ernest kembali dengan mangkuk di tangannya. “Kau harus makan, lalu minum obat”
Adeeva memandang Ernest bingung, “Kau....”
“Aku tidak marah. Dan kau tak perlu meminta maaf karena kau sakit, mari ku bantu kau duduk” Ernest meletakan bubur ditangannya di atas meja.
Perlahan tubuh Adeeva di sentuh oleh Ernest dan sedikit mengangkat tubuh itu agar dapat duduk dengan nyaman.
“Kau membuat bubur itu?” tanya Adeeva
Ernest tersenyum, “Tidak. Aku membelinya”
Adeeva ikut tersenyum. Laki-laki ini tidak berusaha untuk membuatku terkesan padanya. “Bisakah kau menyuapiku? Tanganku masih sangat kaku” pinta Adeeva
Tanpa menjawab Ernest segera menyendokan bubur ke arah mulut Adeeva dan gadis itu tersenyum senang.
Selama sepuluh menit Adeeva makan bubur dengan suapan Ernest. Tiba-tiba Ia ingat sesuatu. “Ya Tuhan! Tidak, berapa banyak aku makan barusan?” Adeeva menengok mangkuknya yang sudah tersisa setengah
“Ada apa? Setengah lagi, tanggung, habiskan” Ernest menyendokan lagi buburnya
“Tidak Ernest. Aku tidak boleh makan terlalu banyak jam segini. Jo bisa marah padaku nanti”
Ernest menatap tajam Adeeva saat menyebut nama Jo, “Apa kau gila? Kau sedang sakit, apa Jo tidak punya hati tetap memarahimu hanya karena kau makan malam?” tanya Ernest dengan nada tinggi membuat Adeeva mengerjap kaget.
Ernest meletakan mangkuk buburnya di atas meja, “Terserah jika itu memang maumu” ucap Ernest kesal. Lalu Ia memberikan beberapa butir obat pada Adeeva. “Minum”
Ernest memperhatikan Adeeva yang menegak obat itu. setelah memastikan semua obat diminum, Ernest beranjak dari sisi Adeeva dan berjalan keluar. “Panggil aku jika kau butuh apapun” ucap Ernest sebelum dirinya benar-benar keluar dari kamar Adeeva.

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar