Ernest
duduk dikursinya dan segera membaca semua berkas dan laporan yang sudah
tersusun rapih di atas meja kerjanya. Selama empat jam, Ernest hanya membaca,
mentandatangani, mencoret dan menelpon. Sampai tiba-tiba ada yang mengetuk
pintu ruang kerjanya
“Masuk”
ucap ernest
Pintu
ruang kerja Ernest perlahan terbuka, dan saat melihat siapa yang datang Ernest
pun mengernyit. “Tidak biasanya kau masuk dengan mengetuk pintu”
Seorang
laki-laki berpenampilan seperti Ernest masuk dan tersenyum lebar, “haha,
bagaimana pun juga ini ruang pimpinan, mana mungkin aku langsung masuk saja”
laki-laki itu langsung duduk di hadapan Ernest
“Ada
apa kau kemari? Bukankah pengacara Reyhan Saputra sangat sibuk?” Ernest melirik
sedikit pada laki-laki bernama Reyhan itu lalu kemudian kembali fokus dengan
berkas yang Ia baca.
“Aku
ingin....” tiba-tiba Reyhan berhenti bicara, “Oh tunggu, apa ini?” Reyhan
langsung mengambil kotak makan bersusun tiga yang ada di sebelah kiri meja
Ernest.
“hei...”
ucap Ernest yang kaget karena Reyhan sudah membukanya
“Wow!!
Sejak kapan kau membawa bekal? Biasanya kau hanya makan roti dan minum kopi.
Ini pasti dari salah satu pegawaimu kan? Kau tidak akan makan kan? Untukku saja
kalau begitu” Reyhan sudah bersiap mengambil satu udang goreng dalam kotak itu
namun Ernest langsung memukul tangan Reyhan
Ernest
berdiri dan merapihkan kembali tempat makan itu, “ini milikku, kau cari
makananmu sendiri sana!”
Reyhan
memandang bingung pada Ernest “Apa itu dari Ariana? Bukankan kekasih manjamu
itu bahkan tidak tahu caranya masak nasi?” tanya Reyhan menyelidik
Ernest
menatap Reyhan, Dia tidak pernah bisa berbohong pada sahabatnya itu. “Ini bukan
dari Ariana”
Reyhan
menatap takjub, pandangn menuntuk jawaban yang lebih jelas terpancar dari wajah
Reyhan..
Ernest
yang tahu itu langsung berusaha menjelaskan, “ini..ini dari istriku”
Reyhan
membelalakan matanya, “WHATTTT?????!!!!!” Reyhan menatap takjub, “Hei tunggu,
seminggu yang lalu aku baru bertemu denganmu dan Ariana di sebuah mall
bergandengan tangan dan sangat mesra. Lalu sekarang kau bilang itu bukan dari
Ariana tapi dari istrimu? Apa kau sudah menikah? Tunggu tunggu, jika kau
menikah pun bukankah itu seharusnya dengan Ariana?” Reyhan berbicara tanpa
titik
Ernest
memijat pelipisnya, merasa pusing karena dia harus menjelaskan semuanya pada
Reyhan. Dengan kehati-hati an, Ernest menjelaskan semuanya, benar-benar
semuanya, sampai pada akhirnya Adeeva membuatkannya bekal itu.
Reyhan
menyandarkan punggungnya, menatap tak percaya pada Ernest. “Apa gadis bernama
Adeeva itu cantik?” tanya Reyhan
“Hei!”
Bentak Ernest seraya menatap kesal pada Reyhan
“haha
tenang-tenang. Bukankah kalian menikah hanya sementara? Jika kau sudah bercerai
nanti, aku bisa mendekatinya bukan? Sepertinya dia sangat cocok jadi calon
istriku dan calon ibu dari anak-anakku” Reyhan mentap jahil pada Ernest
“Kau
sudah selesai? Kau bisa pergi sekarang!!” Ernest menggertakan giginya kesal
Reyhan
menatap Ernest serius, “Kau bilang itu hanya pura-pura, namun sepertinya kau
sudah jatuh pada pesona gadis itu sobat”
Ernest
hanya diam, Ia menatap kotak makannya. Lalu kembali menatap Reyhan, “Dia sudah
memiliki kekasih” suara Ernest sedikit terdengar purau
Reyhan
tersenyum, “Kau juga punya”
Kata-kata
Ernest tidak membuatnya lebih baik, itu justru kembali membuat dadanya sakit.
Ada yang aneh dengan dirinya sejak Adeeva mulai masuk dalam kehidupannya.
“Weekend
ini aku akan ke rumah mu, aku ingin lihat seperti apa gadis bernama Adeeva itu”
Reyhan beranjak dari kursinya, Namun sebelum melangkah Reyhan kembali menatap
Ernest, “Kau tahu? Arti nama Adeeva dalam bahasa arab berarti menyenangkan, kau
harus berhati-hati, kau bisa jatuh padanya jika tidak berhati-hati” setelah
mengucapkan itu, Reyhan pun pergi
Ernest
menatap pintu yang tertutup, perlahan Ia meresapi kalimat terakhir dari Reyhan.
“Aku sudah terlanjur jatuh” gumamnya pelan
***
Sudah
pukul tujuh pagi, namun aroma masakan belum tercium oleh Ernest. Apa mungkin Ia tidak memasak saat weekend?
Tanya Ernest dalam hati.
Ernest
pun memutuskan untuk keluar dari kamar, pada saat yang sama, Adeeva pun keluar
dari sana. Gadis itu sudah rapih, dengan rok mini di atas lutut dan kaos putih
yang dimasukan kedalam roknya, membuat gadis itu terlihat menarik di mata
Ernest.
Adeeva
menyadari Ernest sedang menatapnya, “Selamat pagi” Adeeva tersenyum pada
Ernest, “maaf aku kesiangan, aku akan segera memasak. Oh ya, kau sedang ingin
makan sesuatu?”
Ernest
menatap Adeeva yang menatapnya juga, “Tidak. Masak apapun yang kau mau”
Satu
kalimat itu membuat Adeeva dengan cepat berjalan menuruni tangga dan menuju
dapur. Adeeva segera menyiapkan seluruh bahan-bahan yang Ia butuhkan, beberapa
hari lalu Ia mendapatkan uang belanja dari Ernest dan akhirnya lemari es
laki-laki itu pun sudah penuh dengan bahan makanan yang cukup untuk satu minggu
bahkan lebih.
Ernest
mengikuti Adeeva menuju dapur, lagi-lagi ernest hanya duduk dan memandang gadis
itu yang sibuk dengan masakannya. Entah mengapa kegiatan pagi seperti ini
menjadi sangat menarik bagi ernest, biasanya Ia akan memilih tidur daripada
hanya duduk dan melihat seseorang sibuk dengan kegiatannya, namun kali ini
Ernest merubah persepsinya, Ia lebih suka memandangi kesibukan Adeeva di dapur
daripada harus tidur di kamarnya sendirian.
“Hei...”
tiba-tiba ada yang menepuk pundak Ernest,
Ernest
dan Adeeva pun menatap ke sumber suara itu. Adeeva mengernyit heran Siapa laki-laki itu?
“Apa
yang kau lakukan di rumahku pagi-pagi begini?” Ernest menatap tajam Reyhan yang
sudah duduk disampingnya.
“Bukankah
kau berjanji ingin mengenalkan istri sementaramu itu” Reyhan melirik Adeeva dan
tersenyum pada gadis itu
Dengan
tatapan ingin membunuh, Ernest mentap Reyhan.
“Hai..
aku Adeeva” tanpa perintah Ernest, istri sementaranya itu sudah mengulurkan
tangan di hadapan Reyhan
“Hai
Aku Reyhan, sahabat Ernest sejak Ia bayi” Reyhan meilirik Ernest yang masih
menatapnya, “Ernest tidak bilang padaku bahwa kau sangat cantik” puji Reyhan
Pipi
Adeeva sejenak merona, “Hah? Oh kau terlalu berlebihan. Aku harus memasak, kau
bisa menunggu dan sarapan dengan kami kan?” Adeeva masih melihat ke arah Reyhan
tanpa mempedulikan tatapan Ernest
“Tentu
saja, kebetulan sekali aku belum makan apapun”
“Bukankah
kau tidak suka sarapan?” ucap Ernest sedingin mungkin.
Ucapan
itu tak di dengan oleh Adeeva karena gadis itu sudah mulai sibuk dengan
masakannya lagi.
Reyhan
tersenyum pada Ernest, “Aku berubah pikiran, sepertinya sarapan akan menjadi
hal yang menyenangkan sekarang”
Ernest
mengernyit, jika tidak ada Adeeva dia mungkin sudah menghajar sahabatnya itu.
“Adeeva,
tidak apa-apa bukan jika setiap hari aku sarapan bersama disini?” Reyhan
sedikit mengencangkan suranya
Adeeva
menoleh dan tersenyum, “tentu saja, akan sangat menyenangkan bisa sarapan
dengan lebih banyak orang” lalu Adeeva kembali sibuk
Ernest
masih menatap tajam sahabatnya. Ia tidak tahu jika Reyhan akan datang sepagi
ini dan melihat Adeeva saat gadis itu sudah rapih dan sangat.. ya sangat
cantik.
“Jika
kau datang lagi, aku akan membunuhmu” Ernest mengucapkan itu dengan pelan agar
Adeeva tidak mendengar
“Hei..
aku hanya sedang melaksanakan pendekatan dengan calon ibu dari anak-anakku”
Reyhan berbisik pada Ernest
“tutup
mulutmu!” Ernest menggeram kesal, menahan tangannya agar tidak mencengkram
kerah Reyhan saat ini
Reyhan
hanya tersenyum jahil. Reyhan mengakui bahwa Adeeva memang gadis yang sangat
cantik, Ia terlihat lebih muda dari mereka berdua. Tak seperti temannya, Reyhan
sudah bisa melihat bahwa Adeeva memang gadis yang menyenangkan. Jika benar
mereka berdua hanya sementara menikah, mungkin Reyhan akan benar-benar
mendekati Adeeva.
Ernest
melihat Reyhan yang terus menatap Adeeva, entah mengapa itu membuat Ernest
mendesah kesal. Ia tidak pernah semarah ini pada Reyhan sebelumnya, walau Ia
tahu Reyhan hanya bercanda, namun itu mengusik dirinya.
“Voila!!
Waktunya makan” Adeeva tersenyum serya menaruh satu persatu makanannya di atas
meja panjang itu, lalu duduk di samping Reyhan.
Ernest
mengernyit kesal Kenapa aku harus memilih
kursi paling pinggir tadi, dan kenapa juga Reyhan harus duduk di smaping ku? Keluhnya
pada diri sendiri
“Hmm
sangat lezat. Apa kau seorang koki? Ini benar-benar luar biasa” puji Reyhan
setelah menyicipi opor ayam yang dibuat oleh Adeeva
“Benarkah?
Kau terlalu memuji” kata Adeeva sedikit malu di puji sebegitunya oleh Reyhan
“Apa
Ernest tidak pernah bilang? Ini benar-benar lezat Deev”
“Deev???”
Ernest spontan menatap Reyhan karena menyebutkan kata itu.
“Iyah
Deev. Tidak apa-apa kan Adeeva? Terdengar lebih simpel” ucap Reyhan dan Adeeva
hanya mengangguk dan berucap tidak apa-apa
Mereka
bertiga makan dengan lahapnya, Ernest diam seperti biasanya, menikmati sarapan
paginya. Namun berbeda dari kemarin-kemarin, Ernest merasa gusar karena Reyhan
terus mengajak Adeeva berbicara, apapun itu tentang pekerjaan sampai ke hobi.
“Kau
bekerja sesuai hobimu itu pasti menyenangkan” ucap Reyhan dengan senyum lebar
pada Adeeva
“Sangat.
Karena itu aku bertahan dengan pekerjaan ini. Memang uangnya tidak sebanyak
jika aku jadi pengacara atau pemilik perusahaan” Adeeva melirik Ernest sesaat
lalu kembali fokus pada Reyhan, “Tapi aku menyukainya, lebih menyenangkan” ucap
Adeeva dengan senyum tak kalah lebar dari Reyhan
Ernest
menyelesaikan makanannya lebih lambat dari biasanya. Ya, tanpa Adeeva dan
Reyhan ketahui, Ernest memperlambat itu agar menyesuaikan dengan mereka berdua.
Ernest tidak rela jika membiarkan Adeeva dan Reyhan berbincang terlalu lama.
“Aku
sangat suka masakanmu dan berbincang denganmu Adeeva. Tapi aku ada sidang siang
ini, mungkin nanti malam aku bisa mampir” ucap Reyhan
“Tidak!”
ucap Ernest tegas, “Nanti malam aku tidak ada di rumah, kau tidak perlu kesini”
Reyhan
memandang bingung pada Ernest, lalu melihat tatapan Ernest padanya Reyhan
tersenyum dan mengerti. “oke oke, kalau begitu kapan-kapan kita bertemu lagi
Adeeva. Terimakasih makananya” Reyhan pun melambai pada Adeeva
“Hati-hati
di jalan, semoga sidangmu sukses” ucap Adeeva lembut
Ernest
menatap Adeeva yang tersenyum melihat kepergian Reyhan.
Adeeva
yang sadar ditatap sebegitu intensnya pun menoleh dan menatap Ernest. “ada yang
bisa ku bantu?” ucap Adeeva
Ernest
tak menjawab, Ia hanya melangkah pergi menuju kamarnya.
“Ernest!”
panggil Adeeva, Ernest menoleh dan menatap penuh tanya
“Aku
akan keluar, mungkin hingga sore. Aku harus mengantar Jo ke bandara, lalu ke
kantor untuk mengambil beberapa naskah. Aku akan menyimpan makanan untuk makan
siangmu, kau harus menghangatkannya dulu nanti. Oke?” suara riang Adeeva saat
mengatakan nama Jo membuat Ernest menahan nafasnya
“Lakukan
apa maumu” Ernest berbalik dan kembali berjalan lebih cepat menuju kamarnya.
“Tidak
sopan” ucap Adeeva lirih agar Ernest tak mendengarnya
***
Ernest
keluar dari ruang kerjanya saat perutnya mulai merasa lapar. Ia menuju dapur
dan menemukan beberapa lauk disana. Ernest baru ingin mengambil lauk itu namun
terhenti saat melihat sebuah kertas tergeletak dengan sendok diatasnya. Ernest
mengambil kertas itu dan membaca yang tertulis disana.
Selamat Siang.. ^^
Aku tahu kau pasti lapar. Maaf
karena aku tidak bisa memasak menu yang lain siang ini. Oh ya, jika kau ingin
makan cobalah menghangatkannya. Ingat, harus di hangatkan dahulu. Itu lebih
baik untuk perutmu.
Aku akan kembali secepat mungkin.
Selamat makan..
Bersenang-senanglah hari ini. ^^
Ernest
tersenyum lalu mengambil surat itu dan di lipat lalu memasukannya ke kantung
celananya. Dengan cepat Ernest pun menghangatkan lauknya.
Saat
Ernest menyantap makanannya, ponselnya berdering. Tertulis nama Ariana disana,
saat itu Ernest kehilangan senyum yang tadi tersungging di bibirna.
“Hallo”
Ernest menjawab telephone
“Hai
sayang. Apa yang sedang kau lakukan? Oh Ya, aku baru saja selesai pemotretan
kau ingin makan siang bersama?” suara Ariana yang begitu ceria membuat Ernest
menatap nanar makanannya
“Maaf
aku sudah makan. Besok saja kita makan bersama” ucap Ernest berusaha terdengar
semenyesal mungkin
“Besok
aku harus pergi ke Jepang. Ada pemotretan disana, kau lupa?”
Ernest
mengernyit, Ia melupakannya. “Oh maaf. Kalau begitu besok biar aku yang
mengantar kau ke bandara. Pukul berapa aku harus tiba di apartemenmu?”
“Sepertinya
harus berangkat lebih pagi. Mungkin jam enam?”
Ernest
mendesah, “Oke baiklah”
Ernest
menyudahi pembicaraan itu dan melanjutkan makan siangnya. Mendengar jam enam
membuat Ernest mendesah, itu berarti dia harus merelakan sarapan nya bersama
Adeeva besok pagi.
***
Adeeva
turun dari taxinya. Baru pukul tiga sore namun tubuh Adeeva terasa begitu lelah.
Ia harus berjalan dengan terhuyung-huyung karena pusing yang Ia rasakan. Adeeva
menekan bel rumah namun tidak ada jawaban atau yang membuka, sehingga Adeeva
menekannya beberapa kali lagi.
Ernest
berjalan secepat mungkin saat mendengar bel rumahnya, Ia menuruni tangga dan
berjalan sedikit berlari menuju pintu. Dengan cepat Ernest membuka pintu itu,
namun saat melihat Adeeva, Ernest terbelalak. Adeeva berdiri dihadapannya
dengan wajah yang sangat pucat.
“Adeeva...”
Ernest memanggil lirik,
Namun
seketika Adeeva menatapnya, saat itu pula Adeeva tehuyung pingsan. Dengan sigap
Ernest menyanggah tubuh Adeeva.
“Adeeva...!”
panggil Ernest lebih keras. Namun Adeeva sudah tak sadarkan diri. Dengan
gerakan cepat, Ernest segera membopoh tubuh Adeeva menuju kamar gadis itu.
Tidak di pedulikan rok Adeeva yang terangkat hingga memperlihatkan paha gadis
itu. Ernest tak memiliki waktu untuk berpikir ke arah situ saat ini.
Ernest
meletakan tubuh Adeeva selembut mungkin di atas kasur. Lalu baru disadarinya
rok yang digunakan Adeeva terangkat, dengan cepat Ernest menarik selimut dan
menutupinya.
Ernest
memegang kening Adeeva, “Ya Tuhan! Demammu tinggi sekali” Ernest berlari ke
ruangannya, mencari termometer, dengan cepat kilat pula Ia kembali dan
meletakan termometer itu di telinga Adeeva.
Setelah
mengukur suhu tubuh, Ernest tidak tahu harus apa lagi. Ia segera meraih
ponselnya dan menelpon, Angel, temannya
yang berprofesi sebagi dokter.
“Hai
Ernest, ada apa?”
“Dimana
kau? Aku membutuhkanmu sekarang. Bisakah kau kerumahku?” tanya Ernest dengan
terburu-buru, sangat cepat.
“Hei
hei tenang dulu. Ada apa ini?”
“Adeeva,
dia demam. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Bisakah kau kesini memeriksanya? Aku
takut terjadi sesuatu padanya” ucap Ernest lebih tenang dan pelan
“Adeeva?
Siapa Adeeva nest?”
“Angel,
kumohon. Cepatlah kesini. Aku akan jelaskan nanti”
“Oke
oke baiklah”
Ernest
segera meletakan ponselnya di meja kecil di samping ranjang Adeeva. Ernest
duduk di sisi ranjang, memperhatikan Adeeva yang berkeringat dan pucat.
“Ada
apa denganmu?” tanya Ernest walau Ia tahu Adeeva tidak akan mendengarnya.
Wajah
Adeeva tiba-tiba mengernyit, nafas Adeeva pun terdengar lebih berat. Ernest
yang melihat itu langsung panik, di lap nya keringat yang ada di kening Adeeva
dengan sapu tangannya.
Sekitar
dua puluh menit Ernest duduk menatap Adeeva, ponselnya berdering, telepon dari
Angel.
“Hallo
nest. Aku sudah di bawah.”
“Masuklah,
aku berada di lantai atas. Di kamar dengan pintu merah”
Angel
segera memasukan ponselnya lalu berjalan masuk. Sedikit tergesa menuju ruangan
yang di katakan oleh Ernest. Saat Angel membuka pintu, Ia menemukan Ernest dan seorang gadis di atas ranjang.
“Aku
akan bertanya nanti. Biar ku periksa dulu”
Setelah
mengatakan itu, Angel memeriksa Adeeva.
Ernest
hanya diam dan menatap Angel yang sedang memeriksa istri sementaranya itu.
Ernest sangat panik, jantungnya masih berdetak sangat cepat karena khawatir.
Dia tak tahu jika hanya melihat Adeeva sakit bisa membuat dirinya begitu resah
dan serba salah.
“Bagaimana?”
tanya Ernest saat melihat semua perlengkapan Angel dimasukan ke dalam tas.
“Dia
demam biasa. Aku sudah menyuntikan obat, ini beberapa obat yang harus dia
minum. Setelah dia sadar nanti, kau bisa menyuruhnya makan dan meminum
obat-obat ini. Dan lebih baik kau menyarankan padanya untuk tidak terlalu
bekerja terlalu keras, sepertinya Ia kelelahan” jelas Angel yang di sambut
Anggukan oleh Ernest
“Tapi
nest. Kau harus menjelaskan padaku siapa wanita ini?” tatan Angel penuh tanya
pada Ernest.
Ernest
pun mengajak Angel duduk di sofa yang tersedia di kamar Adeeva.
“Dia
adalah Adeeva. Dia istriku, gel”
Angel
terbelalak kaget, sama seperti Ariana dan Reyhan sebelumnya. “Tunggu. Istrimu
kapan kau menikah?”
“beberapa
hari yang lalu” Jawab Ernest setenang mungkin
“Apa?
Bukankah kau masih berhubungan dengan Ariana? Bagaimana mungkin kau menikah
dengan wanita lain tapi kau masih berhubungan dengan Ariana? Tunggu, kau tidak
berselingkuh dan wanita itu hamil bukan?”
“Tidak
tidak!” jawab Ernest kaget mendengar pertanyaan Angel, “Ariana sudah tahu
tentang hal ini”
“Ariana
tahu? Maksudmu? Dia setuju? Tunggu, apa kau berencana berpoligami Ernest?”
Angel sedikit tidak bisa menjaga emosinya.
“Tidak!
Aku sama sekali tak berniat itu” Ernest menghembuskan nafas, “kau bisa pulang
dulu Angel. Aku akan menjelaskannya lain kali, aku janji” ucap Ernest seraya
beranjak dari sofanya
***
Adeeva
merasa kepalanya sangat sakit dan pusing. Perlahan Ia mengerjap mencoba membuka
matanya. Ia menyadari dirinya sudah berada di atas ranjang miliknya. Lalu
Adeeva menengok ke sisi kiri, mendapati Ernest yang tengah duduk dan
menatapnya.
“Kau
sudah bangun?” tanya Ernest lembut.
Adeeva
mengangguk, Ia ingin berbicara namun tenggorokannya terasa sakit. Adeeva
memegang lehernya dan saat itu pula Ernest menjulurkan segelas air pada Adeeva
lalu membantunya minum. Adeeva menegak air itu hingga habis tak bersisa,
suaranya sudah lebih baik sekarang.
“Pukul
berapa?” tanyanya pada Ernest
“Sepuluh
malam” jawab Ernest seraya melihat jam tangan miliknya
Adeeva
mendesah, lalu teringat sesuatu. “Bukankah kau bilang kau harus pergi malam
ini? Apa kau tidak jadi pergi? Karena aku?”
“Itu
tidak penting, lupakan saja” ucap Ernest santai dan beranjak dari ranjang
Adeeva.
“Maafkan
aku. Aku tak bermaksud membuatmu repot seperti ini” ucap Adeeva penuh
penyesalan.
Namun
Ernest tak menjawab, Adeeva mengira laki-laki itu pasti sangat marah padanya.
Adeeva membuat Ernest membatalkan janji, yang mungkin saja sangat penting
Ernest
kembali dengan mangkuk di tangannya. “Kau harus makan, lalu minum obat”
Adeeva
memandang Ernest bingung, “Kau....”
“Aku
tidak marah. Dan kau tak perlu meminta maaf karena kau sakit, mari ku bantu kau
duduk” Ernest meletakan bubur ditangannya di atas meja.
Perlahan
tubuh Adeeva di sentuh oleh Ernest dan sedikit mengangkat tubuh itu agar dapat
duduk dengan nyaman.
“Kau
membuat bubur itu?” tanya Adeeva
Ernest
tersenyum, “Tidak. Aku membelinya”
Adeeva
ikut tersenyum. Laki-laki ini tidak
berusaha untuk membuatku terkesan padanya. “Bisakah kau menyuapiku?
Tanganku masih sangat kaku” pinta Adeeva
Tanpa
menjawab Ernest segera menyendokan bubur ke arah mulut Adeeva dan gadis itu
tersenyum senang.
Selama
sepuluh menit Adeeva makan bubur dengan suapan Ernest. Tiba-tiba Ia ingat
sesuatu. “Ya Tuhan! Tidak, berapa banyak aku makan barusan?” Adeeva menengok
mangkuknya yang sudah tersisa setengah
“Ada
apa? Setengah lagi, tanggung, habiskan” Ernest menyendokan lagi buburnya
“Tidak
Ernest. Aku tidak boleh makan terlalu banyak jam segini. Jo bisa marah padaku
nanti”
Ernest
menatap tajam Adeeva saat menyebut nama Jo, “Apa kau gila? Kau sedang sakit,
apa Jo tidak punya hati tetap memarahimu hanya karena kau makan malam?” tanya
Ernest dengan nada tinggi membuat Adeeva mengerjap kaget.
Ernest
meletakan mangkuk buburnya di atas meja, “Terserah jika itu memang maumu” ucap
Ernest kesal. Lalu Ia memberikan beberapa butir obat pada Adeeva. “Minum”
Ernest
memperhatikan Adeeva yang menegak obat itu. setelah memastikan semua obat
diminum, Ernest beranjak dari sisi Adeeva dan berjalan keluar. “Panggil aku
jika kau butuh apapun” ucap Ernest sebelum dirinya benar-benar keluar dari
kamar Adeeva.
BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:
Posting Komentar